Lima kebijakan subsidi energi
No | Kebijakan |
1 | Percepatan konversi BBM ke BBG |
2 | Melarang konsumsi BBM bersubsidi bagi kendaraan plat merah, BUMN dan BUMD |
3 | Melarang konsumsi BBM bersubsidi bagi kendaraan perusahaan pertambangan & perkebunan |
4 | Melarang PT. PLN membangun pembangkit berbahan bakar minyak |
5 | Penghematan energi di semua kantor pemerintah |
JAKARTA: Pemerintah menargetkan lima kebijakan pengendalian konsumsi BBM dapat meredam konsumsi BBM bersubsidi menjadi 42 juta kiloliter, namun besaran subsidi BBM tetap membengkak Rp96,8 triliun (70,5%) dari pagu APBN-P 2012 menjadi Rp234,2 triliun.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan lima program pengendalian subsidi BBM, diharapkan dapat meredam pembengkakan konsumsi BBM bersubsidi menjadi 42 juta kiloliter. Pasalnya, pengendalian konsumsi BBM bersubsidi bagi kendaraan dinas pemerintah diperkirakan dapat menghemat 2,3 juta kiloliter.
Meski demikian, jumlah ini tetap membengkak 2 juta kiloliter dari kuota BBM bersubsidi dalam APBN-P 2012, yakni 40 juta kiloliter. Namun, tanpa kebijakan apapun, konsumsi BBM diproyeksi membengkak jadi 47 juta kiloliter.
"Dengan lima program itu, kita bisa menghemat banyak sekali, jangan tanya dulu angkanya. Yang jelas, targetnya tidak lebih dari 42 juta kiloliter," tegasnya, hari ini.
Hatta memaparkan lima program kebijakan tersebut, yakni percepatan konversi BBM ke BBG, pelarangan konsumsi BBM bersubsidi bagi kendaraan plat merah, BUMN dan BUMD, pelarangan konsumsi BBM bersubsidi bagi kendaraan perusahaan pertambangan & perkebunan, melarang PT. PLN membangun pembangkit berbahan bakar minyak, serta menginstruksikan penghematan energi di semua kantor pemerintah.
"Semua kantor pemerintah akan dilakukan gerakan penghematan yang terukur, dengan membentuk inspektur pengawasan di bawah Irjen atau Sestama. Misalnya, penggunaan air, listrik, bensin, semua ini harus dilaporkan," kata Hatta.
Menurutnya, pada 2008, pemerintah berhasil menghemat 20% konsumsi listrik di semua kantor pemerintah melalui kebijakan serupa.
Membengkak 70,5%
Hatta menambahkan dengan asumsi rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$119 per barel dan volume konsumsi BBM bersubsidi 42 juta kiloliter, anggaran subsidi BBM membengkak dari Rp137,38 triliun menjadi Rp234,2 triliun atau naik 70,5%.
Dengan asumsi serupa, pos anggaran subsidi listrik ikut bengkak dari Rp65 triliun menjadi Rp75 triliun.
Dengan demikian, meski menerapkan 5 kebijakan tersebut, anggaran yang tersedot untuk subsidi energi diperkirakan menjadi Rp309,2 triliun. Padahal pagu dalam APBN-P 2012 sebesar Rp202,38 triliun.
"Defisit kita jaga tetap 2,3% dengan 5 program ini berjalan, penghematan, dan realokasi anggaran seperti kompensasi Rp30, 6 triliun dan cadangan risiko listrik Rp23 triliun," ujarnya.
Hatta juga menegaskan pemerintah tidak mengambil skema pengendalian konsumsi BBM bersubsidi berdasarkan kapasitas mesin 1.500 cc sebagai opsi. Menurutnya, pemerintah bertekat mengembangkan bahan bakar gas dan teknologi kendaraan hemat energi.
"Itu [pembatasan 1500 cc] bukan sebuah opsi untuk dipilih. Kita berpikir ke depan dengan BBG. Yang kedua, dengan mengembangkan teknologi, misalnya mobil hybrid yang hemat luar biasa," tegas Hatta.
Menurutnya, pembatasan berdasarkan cc mobil berisiko menimbulkan kegaduhan yang luar biasa. Di sisi lain, penghematan yang dihasilkan dinilai tidak signifikan, dan sebagian besar kendaraan 1.500 cc ke atas diidentifikasi telah menggunakan BBM nonsubsidi.
"Ini bukan opsi yang tepat untuk bangsa kita ke depan. Lagi pula implementasi di beberapa negara, seperti Iran tidak sukses," ujarnya. (sut)