Bulan | Neraca Perdagangan |
Januari | Surplus US$123,3 juta |
Februari | Defisit US$187,0 juta |
Maret | Defisit US$440,4 juta |
Sumber: BPS |
JAKARTA: Hingga Maret 2012, defisit perdagangan minyak dan gas Indonesia melebar menjadi US$440,4 juta (sekitar Rp4,05 triliun) akibat meningkatnya impor hasil minyak. Selama Februari 2012, angka defisit migas berada di level US$187,0 juta.
Badan Pusat Statistik mencatat sepanjang Januari-Maret 2012 neraca perdagangan migas defisit US$440,4 juta. Padahal pada periode yang sama tahun lalu, neraca perdagangan migas mencatat surplus US$951,9 juta (sekitar Rp8,7 triliun).
Pada kuartal I/2012, ekspor migas mencapai US$10,00 miliar. Ekspor migas ini, utamanya, ditopang oleh tingginya ekspor gas, yakni US$5,34 miliar. Sementara ekspor minyak mentah tercatat US$3,46 miliar dan ekspor hasil minyak mencapai US$1,19 miliar.
Adapun, nilai impor migas pada kuartal I/2012 tercatat sebesar US$10,44 miliar. Impor migas terbesar adalah hasil minyak yakni US$6,96 miliar. Adapun impor minyak mentah US$2,76 miliar, dan impor gas US$771,9 juta.
Sepanjang 3 bulan pertama 2012, impor minyak terus meningkat. Pada Januari nilainya US$1,98 miliar, meningkat pada Februari menjadi US$2,40 miliar, dan Maret US$2,57 miliar.
Satwiko Darmesto, Direktur Statistik Distribusi BPS, mengatakan defisit neraca perdagangan migas menandakan meningkatnya kebutuhan bahan bakar. Meski Indonesia masih memproduksi minyak, namun akibat keterbatasan kapasitas kilang, dan peningkatan kebutuhan BBM, impor berpotensi terus meningkat.
"Selama kebutuhan kita meningkat, tapi tidak bisa dipenuhi sendiri, impor akan terus tinggi. Karena kan kita net importir minyak. Apalagi makin banyak mobil dan motor," katanya.
Pada Januari 2012, selisih perdagangan migas masih mencatat surplus US$123,3 juta. Namun, sepanjang Februari 2012 terbentuk defisit US$187,0 juta. Dengan demikian pada periode Januari-Februari 2012 terbentuk defisit pada neraca perdagangan migas sebesar US$63,7 juta. Defisit ini membengkak menjadi US$440,4 juta hingga Maret 2012.
Sementara itu, sepanjang 2011 tercatat defisit perdagangan hasil minyak sebesar US$21,83 miliar, namun neraca perdagangan minyak mentah masih surplus US$2,61 miliar.
Akibat besarnya impor hasil minyak, terjadi defisit dalam neraca perdagangan minyak sebesar US$19,22 miliar. Namun akibat tingginya ekspor gas sepanjang 2011, neraca perdagangan migas tetap surplus US$1,96 miliar.
Satwiko mengungkapkan pemerintah harus membuat kebijakan yang tepat terkait bahan bakar minyak. Pasalnya, rencana kenaikan premium yang terhambat syarat perundangan, dan penolakan masyarakat. Sedangkan menggenjot lifting dan produksi minyak tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.
"Kebutuhan akan terus meningkat, impor hasil minyak juga makin besar. Apalagi kalau kebijakan [rencana pembatasan BBM bersubsidi] dijalankan," katanya.
Negara-negara Timur Tengah, selain Iran, masih menjadi eksportir minyak terbesar ke Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo mengatakan secara umum pemerintah perlu berhati-hati dan mewaspadai besarnya nilai impor, khususnya impor BBM. Menurut Agus, upaya untuk mengendalikan impor harus menjadi perhatian pemerintah.
"Kita perlu hati-hati dan mewaspadai impor kita yang besar dan secara khusus impor BBM adalah salah satu komponen yang cukup tinggi," ujar Agus. (sut)