JAKARTA: Meski realisasi inflasi hingga April 2012 terbilang rendah, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) diperkirakan tetap dipertahankan di level 5,75% sampai akhir tahun.
Badan Pusat Statistik melaporkan inflasi April 2012 sebesar 0,21%. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, terbentuk inflasi sebesar 4,50%. Tingkat inflasi year-on-year ini lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi Maret 2012, yakni 3,97%.
Memantau realisasi inflasi ini, Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto menilai BI sebenarnya memiliki ruang untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,5%. Namun, karena ketidakpastian terkait kebijakan BBM bersubsidi telah menaikkan ekspektasi inflasi, pilihan rasional dan pruden adalah dengan menahan BI Rate di level 5,75%
"Sepanjang ketidakpastian soal kebijakan BBM bersubsidi masih berlangsung, ekspektasi inflasi di bulan-bulan mendatang akan meningkat. BI Rate akan diturunkan apabila tidak ada gangguan inflator dari kebijakan BBM bersubsidi," kata Ryan saat dihubungi Bisnis, hari ini.
Senada dengan Ryan, Kepala Ekonom BII Juniman mengungkapkan tren inflasi yang rendah membuka ruang gerak penurunan BI rate. Namun, melihat tren inflasi ke depan yang masih tertekan ekspektasi inflasi akibat ketidakjelasan kebijakan pemerintah terkait BBM, ruang penurunan BI rate menjadi tertutup.
"Yang jelas BI concern-nya menahan BI rate 5,75% sampai akhir tahun. Karena kenaikan inflasi ini kan cost fuss atau dipicu kebijakan pemerintah, jadi penurunan suku bunga tidak efektif," katanya.
Namun Juniman menegaskan BI perlu melakukan respon agar memberikan kepercayaan ke pasar bahwa BI melakukan kebijakan moneter untuk mengendalikan ekspektasi inflasi ini. Menurut Juniman, pengendalian likuiditas pasar keuangan melalui lelang SBI dan time deposit menjadi kebijakan moneter efektif yang bisa ditempuh BI. Selain itu, BI juga dapat meningkatkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah dari 8% menjadi 10%.
"Minimal GWM Rupiah harus dinaikan sekitar 2% jadi 10%. Tidak usah khawatir intermediasi bank, karena dana yang menganggur itu masih sekitar Rp100 triliun. Jadi kalau GWM dinaikkan masih bagus," tutur Juniman.
Opsi lain yang dapat diambil BI, kata Juniman, berupa kenaikan suku bunga FASBI dari 3,75% menjadi 4,75%, sehingga selisihnya dari BI Rate hanya 100 basis poin. Menurutnya, BI juga harus terus memonitor nilai tukar. Artinya, BI harus intervensi di pasar valas untuk mengantisipasi melemahnya nilai tukar akibat tekanan ekspektasi inflasi.
"Kalau BI Rate tidak naik, Rupiah berisiko melemah karena ekspektasi inflasi naik. Supaya bisa dikontrol, maka BI harus intervensi di pasar valas," katanya.
Di sektor riil, Juniman menyarankan agar BI dan pemerintah mengoptimalkan tim pengendalian inflasi daerah. Operasi pasar dan pasar murah, kata Juniman, harus diintensifkan apabila terjadi kekurangan pasokan dan lonjakan harga komoditas tertentu.
"Kalau pemerintah tidak cepat-cepat ambil keputusan, ekspektasi inflasi akan terbawa sampai akhir tahun. Kami perkirakan tanpa kenaikan harga BBM inflasi sekitar 6%," ujarnya.
Psikologi BBM
Kepala BPS Suryamin mengatakan inflasi April memang masih terpengaruh dampak psikologis dari rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Namun dia enggan memproyeksikan apakah asumsi inflasi dalam APBN-P 2012 sebesar 6,8% masih relevan atau tidak untuk dijadikan acuan.
"Ke depannya belum tentu, kita jangan mengartikan April 4,50% jadi ke depan inflasi tetap tinggi, belum tentu. Ini tergantung kebijakan, kalau pemerintah bisa menjaga harga-harga inflasi tidak melonjak terlalu tinggi, katanya.
Berdasarkan data BPS, pada periode 2005-2012, inflasi selalu di bawah 0,2% dan bahkan terjadi deflasi. Kondisi berbeda tampak pada April 2005 dan 2008 saat inflasi menyentuh 0,34% dan 0,57% akibat isu kebijakan kenaikan harga BBM.
Sasmito Hadi Wibowo, Direktur Statistik Barang dan jasa Saswito Hadi Wibowo menambahkan ekspektasi inflasi akan menekan inflasi sepanjang belum ada kepastian terkait kebijakan pengendalian konsumsi BBM.
"Karena ada ketidakpastian, pedagang melakukan penyesuaian harga untuk menjaga ketika ada penyesuaian BBM. Jadi ada efek psikologis terhadap inflasi," ujarnya.
Inflasi 2012 diperkirakan Sasmito akan sekitar 5% apabila tidak ada kenaikan harga BBM. Sementara dampak pembatasan sangat tergantung pada mekanisme dan jumlah masyarakat yang terdampak kebijakan tersebut.
"Kalau batasannya 1.500 cc jumlah mobilnya sekitar 50% dari total mobil yang saat ini mencapai 10-11 juta unit. Tapi kan tidak semuanya patuh kalau itu diterapkan," katanya. (sut)