JAKARTA: Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan mengungkapkan cadangan risiko fiskal yang mencapai Rp27,4 triliun dapat dipakai untuk menambal belanja mendesak, termasuk pembengkakan subsidi bahan bakar minyak.
Rofyanto Kurniawan, Kepala Pusat Kebijakan APBN BKF Kemenkeu, mengatakan untuk menjaga defisit APBN-P 2012 dari membengkaknya subsidi BBM bersubsidi yang berpotensi menembus Rp300 triliun, pemerintah dapat merealokasi dana kompensasi Rp30,6 triliun, melakukan penghematan belanja kementerian/lembaga, efisiensi belanja pegawai dan menggunakan dana risiko fiskal.
"[Dalam APBN-P 2012] ada dana risiko energi Rp23 triliun dan dana risiko fiskal Rp4,4 triliun. Ini bisa dipakai untuk menambah belanja terkait subsidi dan keperluan mendesak lainnya," kata Rofyanto kepada Bisnis, hari ini.
Dengan demikian ada dana risiko fiskal sebesar Rp27,4 triliun yang dapat digunakan untuk menambal pembengkakan subsidi BBM. Selain itu, seperti diberitakan Bisnis, pemerintah akan menggunakan 5% anggaran belanja kementerian/lembaga yang tidak terserap atau sekitar Rp26 triliun untuk tahun ini guna menutup 2 juta kilo liter potensi kelebihan konsumsi BBM bersubsidi.
Jaga Defisit
Menurut Rofyanto, pemerintah berupaya mengendalikan defisit APBN-P 2012 di bawah 2,5% terhadap produk domestik bruto. Dalam APBN-P 2012, pemerintah menetapkan target defisit sebesar 2,3% terhadap PDB, namun target tersebut berdasarkan asumsi BBM bersubsidi naik Rp1.500 per liter pada 1 April 2012 yang nyatanya tidak jadi diterapkan.
Adapun, Bank Indonesia memproyeksikan defisit APBN-P 2012 berisiko menyentuh 2,8% apabila pemerintah tidak mengambil kebijakan strategis untuk mengendalikan subsidi BBM.
Kepala Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI Perry Warjiyo mengungkapkan tanpa kenaikan harga BBM bersubsidi dan pengendalian, konsumsi BBM bersubsidi bisa mencapai 47,9 juta kiloliter.
"Dengan konsumsi yang membengkak 7,9 juta kiloliter dari kuota APBN-P 2012, defisit terhadap PDB bisa mencapai 2,8%. Dengan catatan full budget, artinya belanja terserap semua, tapi kan realisasinya tidak pernah 100%," kata Perry.
Berdasarkan estimasi BI, konsumsi BBM bersubsidi sebanyak 47,9 juta kiloliter setara dengan Rp250 triliun. Sementara pemerintah melalui Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengungkapkan apabila tidak ada kebijakan strategis, subsidi BBM tahun ini bisa menyentuh Rp340 triliun dan defisit melebar dari 2,3% menjadi 2,6% belum termasuk defisit APBD.(msb)