JAKARTA: Pemerintah tengah mematangkan kebijakan strategis untuk mengendalikan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi.
Kebijakan itu diharapkan dapat menghindari pembengkakan anggaran subsidi menjadi Rp340 triliun hingga akhir 2012.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa menuturkan untuk meminimalisasi pembengkakan subsidi harga bahan bakar minyak (BBM), pemerintah tengah menggodok skema pengendalian konsumsi BBM bersubsidi.
Menurut rencana, kebijakan tersebut dipaparkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada masyarakat pada 24 April 2012.
"Istilahnya bukan pembatasan, itu seakan-akan dijatah, tetapi ini pengendalian. Oleh sebab itu, ada kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan. Nanti Presiden akan menyampaikan dalam suatu pidato dan saya akan menyampaikan lagi paparan final dalam sidang kabinet nanti 24 April," tuturnya Jumat 20 April 2012.
Seperti diketahui pemerintah berencana menerapkan pengendalian premium untuk kendaraan roda empat dengan kapasitas silinder mesin tertentu, yakni antara 1.300-1.500 cc. Opsi lain yang juga berkembang adalah pembatasan berdasarkan tahun produksi mobil.
Menurut Hatta, hal itu diupayakan sebagai respons dari ketidaksesuaian postur APBN-P 2012 dengan perkembangan kondisi ekonomi.
Pasalnya, APBN-P 2012 disusun berdasarkan asumsi kenaikan harga jual eceran BBM bersubsidi Rp1.500 per liter pada awal April lalu.
Namun, rencana tersebut batal dilaksanakan karena belum memenuhi rata-rata ICP dalam 6 bulan terakhir 15% lebih tinggi dari US$105 per barel sebagai syarat Pasal 7 ayat 6a UU APBN-P 2012.
Hatta menegaskan sejumlah kebijakan yang disiapkan pemerintah, diupayakan untuk menjaga kesehatan fiskal, mempertahankan pertumbuhan yang tinggi, menjaga inflasi yang rendah, menjaga konsumsi, serta meningkatkan ekspor dan investasi.
Pasalnya, ICP dan konsumsi BBM bersubsidi berisiko melampaui asumsi APBN-P 2012.
Pengendalian konsumsi BBM yang direncanakan pemerintah, kata Hatta, diharapkan dapat menghemat konsumsi BBM bersubsidi sekitar 2 juta kiloliter.
"Kami menghitung penghematan terjadi kira-kira 2 juta kl. Tidak terlalu besar, angkanya masih di bawah Rp20 triliun."
Menurut Hatta, meski pemerintah berniat mengendalikan konsumsi BBM, namun tanpa penyesuaian harga BBM, anggaran subsidi tetap akan membengkak dari pagu APBN-P yang dianggarkan sebesar Rp137,38 triliun.
Alasan utamanya adalah melonjaknya harga minyak mentah Indonesia (ICP) dari asumsi APBN-P 2012 US$105 per barel menjadi sekitar US$119-120 per barel.
"Iya tentu. Subsidi BBM Rp137,38 triliun itu kan asumsi ada kenaikan, kalau tidak naik maka dia bisa jadi Rp340 triliun. Jadi besar makanya hati-hati," katanya.
Hatta menambahkan terkait opsi kenaikan harga BBM bersubsidi, pemerintah enggan berspekulasi kapan syarat Pasal 7 ayat 6a dapat terpenuhi.
"Saya tidak mau berspekulasi kemungkinan-kemungkinan. Saya lebih senang mempersiapkan kondisi di mana pasal 7 ayat 6a itu tidak tercapai, sehingga sampai akhir tahun tidak ada kenaikan," tutur Hatta.
Rofyanto Kurniawan, Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, mengatakan BKF masih menganalisis pergerakan harga minyak untuk menentukan penghematan yang bisa dicapai melalui pengendalian konsumsi BBM.
Di sisi lain, pemerintah berupaya mengendalikan defisit APBN-P 2012 di bawah 2,5%.
"Dana kompensasi, penghematan belanja kementerian/ lembaga, efisiensi belanja pegawai, dan dana risiko fiskal bisa kita gunakan untuk menjaga defisit," katanya. (ea)