Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INFLASI: Pemerintah diminta redam ekspektasi terkait harga BBM

JAKARTA: Bank Pembangunan Asia (ADB) mengingatkan agar pemerintah meredam ekspektasi inflasi akibat tertundanya rencana penyesuaian harga BBM dengan baik. Pasalnya, hal ini berpotensi merembet ke berbagai sektor ekonomi.

JAKARTA: Bank Pembangunan Asia (ADB) mengingatkan agar pemerintah meredam ekspektasi inflasi akibat tertundanya rencana penyesuaian harga BBM dengan baik. Pasalnya, hal ini berpotensi merembet ke berbagai sektor ekonomi.

 
Edimon Ginting, Ekonom Senior ADB, mengatakan ekspektasi inflasi harus dikelola dengan memberikan informasi yang benar tentang dampak inflasi dari kenaikan harga BBM agar masyarakat bisa menyesuaikan ekspektasinya. Pasalnya, ekspektasi inflasi mulai berdampak pada harga beberapa komoditas pangan, hingga ke pasar modal.
 
"Bank Indonesia juga harus menerapkan kebijakan kalau ada lonjakan inflasi di sektor moneter," kata Edimon dalam paparan Asian Development Outlook 2012: Confronting Rising Inequality in Asia  hari ini.
 
Rencana pemerintah untuk menggalakan operasi pasar untuk menyeimbangkan kenaikan harga barang akibat ekspektasi inflasi dinilai Edimon akan efektif, terutama untuk meredam inflasi dari sisi suplai.
 
"Misalnya pedagang menaikan harga beras, pemerintah muncul menjadi pedagang baru untuk stabilisasi pasar, ini efektif. Karena ini kemudian jadi masalah suplai, maka solusinya bisa dengan melakukan intervensi untuk stabilisasi harga di daerah," ujarnya.
 
ADB memproyeksikan inflasi rata-rata 2012 mencapai 5,5% tanpa kenaikan harga BBM. Sementara itu, pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak, kata Edimon, sangat tergantung dengan waktu penerapan kebijakan tersebut.
 
"Kalau penyesuaiannya akhir tahun, kemungkinan inflasi 2013-nya yang lebih tinggi dari proyeksi kami 5,0%. Tapi pengalaman 2005, dampak inflasi menurun setelah 3 bulan, jadi bersifat temporer," ungkapnya.
 
Edimon menegaskan kenaikan BBM lebih baik dilakukan saat tekanan inflasi dari komponen lainnya tidak besar, terutama yang berasal dari komponen makanan. Kuartal I/2012 dinilai sebagai momen yang tepat karena inflasi pangan cenderung rendah karena panen raya.
 
Menurut dia, apabila kenaikan harga BBM bersubsidi berbarengan dengan inflasi musiman seperti puasa dan Lebaran akan menimbulkan dampak yang tidak baik.
 
"Kalau berbarengan, baseline inflasi yang sudah tinggi pada puasa dan Lebaran sekitar Juli-Agustus ditambah kenaikan harga BBM itu tidak baik. Kalau tidak dibarengi, misalnya akhir tahun akan ada ruang lah buat pemerintah," katanya.
 
Penggerak Ekonomi
 
Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Arianto A. Patunru mengatakan inflasi sebenarnya dibutuhkan untuk menggerakan perekonomian.
 
Namun, kenaikan harga BBM dapat menimbulkan lonjakan inflasi yang berisiko membuat mesin perekonomian 'kepanasan'.
 
"Inflasi dibutuhkan, seperti mobil yang butuh dipanaskan mesinnya, tetapi kalau kepanasan kan juga tidak baik.
 
Kenaikan BBM akan ada spike, tapi turun lagi kembali ke track-nya dalam 3 bulan seperti pengalaman kenaikan harga BBM Oktober 2005 pada Januari 2006 ke normal track," tuturnya.
 
Arianto mengkhawatirkan ekspektasi inflasi yang berkembang di masyarakat meskipun harga jual eceran BBM bersubsidi belum dinaikkan.
 
Menurutnya, hal ini terjadi akibat ketidaktegasan pemerintah dalam menggulirkan wacana dan informasi publik terkait rencana penyesuaian harga BBM, sehingga pasar dan masyarakat membentuk ekspektasi inflasi dan menaikkan harga.
 
"Yang saya khawtirkan self fullfilling inflation, membuat ekspektasi inflasi di masyakat. Studi LPEM, inflasi aktual dibentuk juga oleh ekspektasi dan cenderung susah diturunkan," ujarnya.
 
Berdasarkan studi LPEM, kata Arianto, perlemahan daya beli masyarakat saat kebijakan penaikan harga BBM pada 2005 tidak sepenuhnya diakibatkan oleh harga BBM yang melonjak, tapi lebih disebabkan oleh kebijakan pangan.
 
"Pelemahan purchasing power akhir 2005 itu 70% disebabkan oleh kebijakan yang lain yang bukan kenaikan BBM, yaitu pelarangan impor beras. Harga beras naik, tingkat kemiskinan melonjak jadi 17,76%. Jadi harus lihat kebijakan-kebijakan lain dan faktor waktu jadi penting sekali," ujarnya. (sut)
 

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Diena Lestari
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper