JAKARTA: Pemerintah meningkatkan jaminan sanggah banding dari 0,1% menjadi 1% dari total paket pengadaan.
Aturan ini diharapkan dapat meminimalisir sanggah banding yang cenderung menghambat penyerapan anggaran.
Setya Budi Arijanta, Direktur Kebijakan Pengadaan Umum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, menuturkan dalam review Peraturan Presiden No.54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah banyak kementerian lembaga negara yang mengeluhkan sanggah banding sebagai penghambat penyerapan anggaran.
Untuk itu, pemerintah meningkatkan dana jaminan agar sanggah banding tidak dilakukan tanpa dasar yang kuat.
"Jaminan sanggah banding dinaikkan dari 0,2% jadi 1%. Kita berharap ini meminimalisasi sanggah banding, jadi di level sanggah bisa tuntas. Karena sanggah banding ini menghentikan proses pelelangan," ujarnya kepada Bisnis, Selasa 10 April 2012.
Selain itu, jaminan sanggah banding ini tidak ditentukan besaran maksimalnya. Sebelumnya dalam Perpres 54/2010 plafonnya ditentukan maksimal Rp50 juta.
Jika sanggah banding tidak terbukti dana jaminan tersebut akan ditarik pemerintah dan disetorkan ke kas negara/ daerah.
Kewenangan untuk menjawab sanggah banding juga diubah dalam revisi Perpres 54/2010. Dalam Perpres itu kewajiban tersebut harus dilakukan oleh pejabat setingkat menteri.
Namun, dalam revisinya kewenangan tersebut bisa didelegasikan menteri/ pimpinan lembaga kepada pejabat di bawahnya.
"Kalau Menteri itu kan tugasnya banyak sekali, jadi untuk menjawab sanggah banding sekarang bisa didelegasikan kepada pejabat dibawahnya," jelas Setya.
Untuk mempercepat proses pengadaan barang dan jasa, kata Setya, unit layanan pengadaan (ULP) harus meningkatkan kemampuan teknis dan terbuka terhadap kritik dan sanggah, sehingga dugaan penyimpangan, rekayasa dan penyalahgunaan wewenang dapat tertangani dengan cepat.
Bentuk tim pengawas
Selain merevisi Perpres No.54/2010 ini, guna mempercepat penyerapan anggaran agar tidak menumpuk di akhir tahun, pemerintah juga membentuk tim evaluasi dan pengawasan percepatan penyerapan anggaran (TEPPA) yang terdiri dari unsur UKP4, BPKP, dan Kementerian Keuangan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida S. Alisjahbana mengatakan beberapa hal yang menghambat penyerapan anggaran direvisi.
Intinya kenapa direvisi, kata Armida, karena belanja modal agak rendah padahal multiplier efeknya tinggi.
"Seperti kompetensi KPA, dan sertifikasi PPK ini direvisi. jadi PPK tidak harus lagi sertifikasi, asal ikut pelatihan, karena di beberapa kementerian Eselon I yang jadi PPK," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga mewajibkan semua kementerian/ lembaga melakukan lelang lektronik (e-procurement) untuk menjaga akuntabilitas dan good governance.
"Layanan pengadaan secara elektronik [LPSE] minimal 30% dari total pengadaan. Semua K/L harus bikin procurement plan dan disbursement plan, sehingga penyerapan anggaran rata-rata 25%, selama ini kan menumpuk di kuartal IV," katanya. (ea)