JAKARTA: EC-Think Indonesia mengusulkan agar pemerintah tidak menaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi melainkan memisahkan SPBU khusus subsidi dan nonsubsidi untuk mengendalikan anggaran belanja subsidi BBM.
Iman Sugema, CEO EC-Think Indonesia, mengatakan ada alternatif yang mudah untuk menghemat anggaran subsidi BBM dan membuatnya menjadi lebih tepat sasaran, yakni dengan membuat SPBU (stasiun pengisian bahan bakar umum) khusus untuk angkutan umum dan angkutan barang. Sementara SPBU kendaraan pribadi terpisah dari SPBU bersubsidi.
"Lebih baik pemerintah subsidi angkutan umum dan angkutan barang. Strategi yang kami usulkan dengan membuat SPBU khusus untuk kendaraan plat kuning, angkutan umum dan angkutan barang," katanya dalam diskusi bertajuk Ke mana Subsidi BBM Mengalir? hari ini.
Meski ide dasarnya serupa dengan usulan pembatasan konsumsi BBM untuk kendaraan pribadi yang pernah diusulkan pemerintah, namun usulan pemisahan SPBU dinilai Iman lebih sederhana.
"Ini kan tidak perlu membangun infrastruktur pertamax, tinggal pasang plang bahwa SPBU ini khusus untuk BBM bersubsidi, jadi harga tidak perlu dinaikkan," kata Iman.
Dengan SPBU yang terpisah, kata Iman, angkutan umum dan angkutan barang dapat membeli bahan bakar subsidi yang tarifnya tidak naik, yakni Rp4.500 per liter, baik premium maupun solar. Sedangkan kendaraan pribadi membeli bahan bakar di SPBU nonsubsidi dengan harga keekonomian.
"Jadi masyarakat disubsidi melalui tarif angkutan dan logistik yang murah karena harga BBM-nya tidak naik. Sedangkan angkutan barang yang masih pakai plat hitam tinggal diganti ke plat kuning, tidak sulit kok," ujarnya.
Berdasarkan estimasi Iman, dengan pola tersebut pemerintah hanya menanggung sekitar Rp108 triliun subsidi BBM saat tingkat harga minyak mentah Indonesia (ICP) mencapai US$105 per barel, volume konsumsi BBM bersubsidi pada angkutan umum dan angkutan barang mencapai 30,5 juta kiloliter, dan harga jual Rp4.500 per liter.
Iman juga mengklaim bahwa skema diferensiasi SPBU ini tidak menimbulkan efek inflasi yang beruntun. Namun, akibat disparitas harga jual BBM bersubsidi dan nonsubsidi sebesar 78%, terdapat tambahan inflasi sebesar 1,57%.
"Inflasinya ditanggung masing-masing sesuai pengeluaran. Tidak terjadi inflasi karena harga-harga barang meningkat, kan ongkos logistik dan transporatasi tidak naik," tuturnya.
Dalam rancangan APBN-P 2012 pemerintah mengusulkan anggaran subsidi BBM sebesar Rp137,37 triliun dengan asumsi harga jual BBM bersubsidi naik Rp1.500 per liter. Apabila tidak dinaikkan, subsidi BBM diproyeksikan membengkak Rp70 triliun menjadi lebih dari Rp207,37 triliun. (sut)