Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR: Tumbuh 7% butuh dana 5% dari PDB

 

 

JAKARTA: Indonesia membutuhkan pembiayaan infrastruktur minimum 5% dari produk domestik bruto (PDB) atau mencapai Rp1.923,8 triliun untuk meraup pertumbuhan 7% pada 2014.

 

Gunsairi, Kasubdit Regulasi Kelembagaan dan Informasi Direktorat Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bappenas, mengatakan estimasi kebutuhan infrastruktur berdasarkan minimum 5% dari PDB pada 2010-2014 mencapai Rp1.923,8 triliun.

 

Di mana kemampuan pemerintah dalam APBN hanya Rp559,5 triliun, termasuk Dana Alokasi Khusus yang dikelola pemerintah daerah. 

Sementara itu, lanjutnya, potensi pendanaan lain adalah investasi BUMN, swasta dan pembiayaan daerah melalui APBD yang diperkirakan mencapai Rp1.041 triliun. Kontribusi BUMN dan swasta diperkirakan Rp685,5 triliun, sedangkan APBD mencapai Rp455,1 triliun. 

"Kalau mau mencapai target pertumbuhan ekonomi 7% pada akhir 2014, masih terdapat gap pembiayaan Rp323 triliun karena kemampuan APBN diperkirakan hanya Rp559,3 triliun," ujarnya dalam diskusi Bisnis Indonesia Intelegence Unit bertema Pola Kerjasama Pemerintah Swasta dan Pembangunan Infrastruktur Indonesia: Jalan Panjang Menuju Realita", Selasa, 13 Maret 2012.

 

Infrastruktur, kata Gunsairi, merupakan salah satu penyebab turunnya daya saing dan terhambatnya percepatan pertumbuhan ekonomi. Namun, keterbatasan kontribusi pendanaan pemerintah menuntut peran besar dari BUMN dan swasta dalam pemenuhan kebutuhan investasi. 

 

Untuk itu, KPS harus dikembangkan. Sebab ini memungkinkan pemerintah menarik peran swasta. Jadi beban biaya investasi pemerintah berkurang, penggunaan aset lebih efisien, dan pengalokasian risiko dialihkan kepada sektor swasta. 

Peneliti KPS dari Kementerian Pekerjaan Umum Andreas Wibowo menekankan pentingnya evaluasi persiapan proyek KPS oleh Penanggung Jawab Proyek Kerjasama sebagai modal awal menarik investor. 

"Ini satu masalah besar. Kalau tidak baik persiapannya, swasta tidak tertarik masuk. Seringkali bukan karena proyeknya tidak layak, tapi karena data yang disajikan tidak memadai. Termasuk soal berbagai risiko dan garansi proyek," katanya. 

Proyek infrastruktur yang layak untuk di-KPS-kan, kata Andreas, apabila proyek tersebut tidak hanya layak secara teknis, tetapi juga secara sosial, lingkungan, ekonomis, dan terutama finansial.

"Tapi implementasinya di Indonesia, tidak hanya terhambat unsur modal, tapi juga masalah kemampuan teknis KPS yang belum memadai dan pembebasan tanah yang rumit."

 

"Saya mengusulkan proyek yang diajukan untuk KPS kalau bisa yang tanahnya sudah dibebaskan," ungkap Andreas.Wahyu Utomo, Kepala Divisi Integrasi Program KP3EI, menambahkan di tengah kebutuhan pengembangan infrastruktur yang makin mendesak pemerintah harus terus mengasah SDM dalam pengelolaan KPS."Proyek KPS secara natural memang membutuhkan waktu yang panjang, 2-3 tahun. Selama ini, mungkin pemerintah salah prediksi, tidak ada sense of urgency soal pembangunan infrastruktur, jadi berpikir bisa dilakukan dengan KPS, ketika KPS macet terpaksa penugasan langsung," ungkapnya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Diena Lestari
Sumber : Ana Noviani

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper