Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PAJAK ROKOK: Bea Cukai kaji pungutan 10%

JAKARTA: Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan tengah mengkaji strategi dan mekanisme pemungutan pajak rokok yang akan diberlakukan sebesar 10% dari tarif cukai pada 2014.Direktur Cukai Ditjen Bea dan Cukai Iswan Ramdana menuturkan sebagai amanat

JAKARTA: Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan tengah mengkaji strategi dan mekanisme pemungutan pajak rokok yang akan diberlakukan sebesar 10% dari tarif cukai pada 2014.Direktur Cukai Ditjen Bea dan Cukai Iswan Ramdana menuturkan sebagai amanat Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Ditjen Bea dan Cukai akan berperan sebagai pelaksana pemungutan pajak rokok, namun mekanismenya belum ditetapkan secara lebih rinci."Bagaimana nanti mekanisme penyetorannya, kalau pungutan cukai kan kita pakai surat setoran bea dan cukai (SSBC), kalau pungutan pajak ada surat setoran pajak (SSP). Nah, untuk pajak rokok ini bagaimana, ini sedang kami kaji," ungkap Iswan kepada Bisnis, Kamis (23/02).Selain soal bentuk dokumen setoran, Iswan juga mempertanyakan apakah penarikan pajak rokok akan menggunakan mekanisme penundaan dan pengembalian pembayaran seperti yang diterapkan pada pemungutan cukai ataukah tidak."Ini yang rumit, karena berdasarkan amanat UU kan kami pelaksana pemungutannya, kalau mekanismenya tidak segera dirumuskan, nanti pelaksanaannya berantakan," ujarnya.Berdasarkan pasal 27 ayat 3 UU No.28/2009, pajak rokok dipungut oleh instansi pemerintah yang berwenang memungut cukai bersama dengan pemungutan cukai rokok.Dalam ayat 4 pasal 27, diamanatkan agar pajak rokok yang dipungut, disetor ke rekening kas umum daerah provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk. Sementara dalam pasal 29 disebutkan tarif pajak rokok ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok, dan pajak ini berlaku per 1 Januari 2014.Beban tak langsungIswan menilai penerapan pajak rokok ini tidak akan berpengaruh negatif terhadap produsen rokok. Pasalnya, sifat pajak rokok seperti cukai merupakan beban tidak langsung yang dibebankan pada konsumen."Ini kan sifatnya pajak tidak langsung. Pengusaha hanya menalangi, nanti dibebankan dalam harga jual. Jadi yang menanggung perokok bukan pengusaha," tuturnya.Sebagai produk yang sifatnya inelastis, tambah Iswan, permintaan potensial, tarif cukai dan pajak, pendapatan per kapita, inflasi, dan harga komponen produksi menjadi faktor yang mempengaruhi harga jual produk rokok."Jadi tidak semata-mata karena tarif cukai naik dan dikenai pajak rokok lalu keuntungan pengusaha berkurang," tegasnya.Abdillah Ahsan, peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menuturkan filosofi pajak rokok adalah untuk menambah penerimaan daerah. Sedangkan cukai dibebankan untuk mengurangi konsumsi barang legal berbahaya, a.l. alkohol dan rokok."Semakin besar penerimaan cukai, pajak rokok juga makin besar. Kalau penerimaan cukai Rp80 triliun berarti pajak rokoknya Rp8 triliun," ujar Abdillah.Abdillah memperkirakan, masing-masing kabupaten bisa mendapatkan tambahan kas daerah sebesar Rp15 miliar dari pajak cukai, yang 50%-nya dialokasikan untuk kesehatan."Pajak rokok kan hanya 10% dari tarif cukai sehingga dampak ke konsumen tidak terlalu besar. Kalau harga jual rokok Rp10.000 per bungkus, cukainya Rp5.000, dan pajaknya hanya Rp500," paparnya. (04/Bsi)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Diena Lestari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper