JAKARTA: Pemerintah tengah menjalankan 19 proyek pembangunan yang didanai dari utang Bank Pembangunan Asia (ADB) yang totalnya mencapai lebih dari US$1,8 miliar.Renadi Budiman, Senior Finance Specialist-Indonesia Resident Mission ADB, menuturkan saat ini 19 proyek yang dananya berasal dari 23 komitmen pendanaan ADB sedang diimplementasikan oleh pemerintah di bawah koordinasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas."Sekarang lebih banyak berfokus pada proyek pembangunan infrastruktur dan energi. Sebelumnya, ada komitmen untuk proyek dan program di sektor sosial, seperti kesehatan dan pendidikan," ujar Renadi kepada Bisnis, hari ini.Menurut Renadi, hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah yang mengarahkan utang luar negeri pada proyek-proyek infrastruktur dan energi, serta mengurangi utang untuk sektor sosial."Memang loan untuk infrastruktur dan power energi cenderung besar, di atas US$100 juta, karena investasi yang dibutuhkan juga besar," katanya.Dua proyek pembangunan infrastruktur yang didanai ADB dan tengah berjalan, yakni Java-Bali 500kV Power Transmission Crossing dengan nilai utang US$100 juta dan Geothermal Power Development Program MFF yang nilainya mencapai US$220,4 juta.Renadi mengatakan jangka waktu pinjaman yang bersifat soft loan pada umumnya mencapai 20-35 tahun dengan lama implementasi proyek rata-rata lima tahun."Bunganya rendah sekali. Saat ini kita punya landing product London InterBank Offered Rate (Libor) ditambah beberapa basis poin antara 20-40 basis poin," tutur Renadi.Berdasarkan catatan ADB, rata-rata pencairan utang luar negeri selama tiga tahun terakhir mencapai lebih dari 90%. Namun, kerumitan koordinasi birokrasi dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) yang terlambat membuat pencairan pinjaman dieksekusi pada akhir tahun anggaran dan dalam waktu yang terlampau singkat."Dari tahun-tahun sebelumnya yang kami lihat, lama sekali itu issuance dari DIPA, terutama yang ada SLA, seperti loan untuk PLN. Akhir tahun anggaran baru keluar, sehingga kami hanya punya waktu paling lama dua bulan untuk melakukan pembayaran pada tahun tersebut," paparnya.Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, hingga akhir 2011, proporsi pinjaman yang berasal dari ADB mencakup mencapai US$10,80 miliar atau 15,9% dari total proporsi pinjaman 2006-2011 yang mencapai US$67,98 miliar.Adapun pinjaman luar negeri dari donor bilateral Jepang dan Bank Dunia mendominasi proporsi pinjaman hingga 2011, yakni berturut-turut US$30,93 miliar (45,5%) dan US$11,89 miliar (17,5%).Dirjen Pengelolaan Utang Kemenkeu Rahmat Waluyanto berharap penarikan utang luar negeri biayanya semakin murah. Namun, krisis finansial di Eropa, menyebabkan likuiditas dolar semakin kering, sehingga Indonesia harus kita lebih efisien untuk menarik pinjaman komersial dari luar negeri. (msb)