JAKARTA: Jika dalam Perubahan APBN 2012 asumsi ICP direvisi naik, maka akan terjadi peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan Pajak Penghasilan (PPh) migas. Di sisi lain, belanja subsidi BBM dan dana bagi hasil migas ke daerah akan semakin tinggi.
Luky Alfirman, Kepala Bidang Kebijakan Belanja Pusat, Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PK APBN) Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu menuturkan jika asumsi harga minyak mentah Indonesia atau ICP (Indonesia Crude oil Price) dan lifting minyak berubah, elemen utama dari sisi penerimaan APBN yang akan terpengaruh adalah PPh migas dan PNBP.
"Di sisi belanja, subsidi BBM, anggaran pendidikan, dan DBH migas ke daerah. Dampak ke penerimaan ataupun belanja tergantung dari besarnya perubahan dan apakah naik atau turun," ujar Luky kepada Bisnis hari ini.
Setelah besaran perubahan ICP dan lifting ditetapkan, lanjut Luky, BKF baru dapat menghitung dampaknya terhadap defisit APBN.
Sebelumnya, Menteri ESDM Jero Wacik mengindikasikan perubahan ICP menjadi di atas US$100 per barel dan mengurangi target lifting ke kisaran 900.000 barel per hari dalam perubahan APBN 2012.
Dalam Nota Keuangan 2012 diproyeksikan apabila rata-rata ICP lebih tinggi US$1/barel dari angka yang diasumsikan, maka tambahan defisit pada RAPBN 2012 diperkirakan akan berada pada kisaran Rp0,43 triliun-0,53 triliun.
Sementara itu, apabila realisasi lifting minyak domestik lebih rendah 10 ribu barel per hari dari yang diasumsikan dalam APBN 2012, maka tambahan defisit diperkirakan berkisar Rp1,71 triliun-2,08 triliun.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Armida Alisjahbana menuturkan kebijakan pengendalian subsidi energi yang akan diakomodir dalam perubahan APBN 2012 lebih diarahkan untuk menahan agar subsidi energi tidak lewat dari pagunya. Dalam APBN 2012, pagu subsidi BBM sebesar Rp123,6 triliun dan subsidi listrik Rp44,96 triliun.
"Karena ada opsi kenaikan bisa Rp500-1500 per liter, opsinya macam-macam. Itu harus dihitung, karena ICP kita di atas US$110 per barel terus, realisasi lifting baru 902 ribu per hari, jauh dari asumsi APBN 2012, 950 ribu barel per hari," ungkapnya.
Wakil Direktur Eksekutif Reforminer Institut Komaidi menilai apabila asumsi lifting diturunkan dan ICP dinaikkan, defisit APBN berpotensi meningkat. Adapun pembiayaan defisit dinilai seringkali tidak sesuai dengan konsep pembiayaan yang seharusnya karena digunakan untuk membiayai pengeluaran yang tidak produktif.
"Pemerintah seringkali menggunakan utang pembiayaan defisit untuk nonproduktif. Hal tersebut terlihat dari jumlah utang per tahun yang selalu lebih besar dari belanja modal," kata Komaidi kepada Bisnis. (sut)