JAKARTA: Pasokan ruang kantor berlayanan (serviced office) di kawasan central business district (CBD) mengalami kenaikan signifikan hingga akhir tahun lalu dengan mencapai total 21.696 meter persegi atau meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan periode 2010. Perusahaan asing masih mendominasi penggunaan unit ruang tersebut.
Fakky Hidayat, Senior Associate Director Knight Frank Indonesia, mengatakan ruang kantor berlayanan ditawarkan dengankonsep siap pakai lengkap dengan furniture dan semua fasilitas pelayanan profesional seperti resepsionis, operator telepon, jangka waktu sewa yang fleksibel, dukungan teknologi dan informasi, serta ruang rapat.
Kantor berlayanan, sambungnya, biasanya menjadi pilihan alternatif terbaik bagi perusahaan asing maupun lokal untuk memulai tahap penjajakan bisnisnya di Indonesia.
“Maraknya pembangunan proyek perkantoran baru ditandai pula dengan meningkatnya permintaan untuk ruang kantor berlayanan secara signifikan. “Ini sebelum mereka mengembangkan bisnisnya secara permanen,” ujar Fakky dalam siaran persnya.
Dia menuturkan total jumlah pasokan ruang kantor berlayanan di kawasan CBD yang dioperasikan pihak operator diperkirakan tercatat mencapai 21.696 meter persegi atau naik hampir dua kali lipat dibandingkan 2010. Lonjakan tersebut, katanya, terjadi seiring dengan meningkatnya tingkat kepercayaan dan aktifitas bisnis baik dari perusahaan asing dan multinasional maupun domestik.
Dia mengungkapkan sejumlah operator asing masih mendominasi manajemen kantor berlayanan tersebut. Beberapa operator kantor berlayanan di kawasan CBD meliputi a.l. Regus, CEO Suite, Executive Center, Marquee, Fortice, Nomad Offices, Jakarta Serviced Office, Prestige dan HQ Global. Fakky memaparkan dibandingkan dengan jumlah ruang pasar perkantoran standar di kawasan CBD, porsi pasokan ruang kantor berlayanan mencerminkan jumlah yang relatif sangat kecil, yakni sebesar 0,5%.
“Namun demikian, jumlah tersebut berpotensi memberikan kontribusi hampir sebesar 1,5 kali lipat dari total pasokan ruang kantor berlayanan yang ada terhadap jumlah permintaan ruang pasar perkantoran standar di CBD,” katanya lagi. “Dari segi permintaan, diperkirakan hampir seluruh operator mampu membukukan tingkat okupansi rata-rata sekitar 90%.”
Hasan Pramudji, Senior Research Manager, mengatakan kawasan Sudirman menempati porsi jumlah pasokan terbanyak sebesar 50,2%, diikuti oleh Thamrin dan Kuningan masing-masing sebesar 26,6% dan 23,2%. Dia memaparkan jumlah pasokan sebesar 87,3% banyak menempati gedung perkantoran dengan pola status sewa dan sisanya sebesar 12,7% dengan kombinasi pola status antara sewa dan strata-title (milik).
Knight and Frank Indonesia juga mencatat kawasan Kuningan mencatat tingkat okupansi rata-rata tertinggi sebesar 92,3%, diikuti oleh Sudirman sebesar 86,0% dan Thamrin sebesar 90,7%. Berdasarkan observasi dan riset lapangan, permintaan ruang kantor berlayanan masih didominasi oleh perusahaan asing dengan rasio perbandingan kira-kira 70%:30%
“Berdasarkan profil penyewa, mayoritas penyewa masih dari sektor bisnis asuransi, keuangan akuntansi, minyak dan gas, pertambangan, teknologi dan informasi,” kata Hasan dalam riset tersebut.
Dia memperkirakan pertumbuhan kantor berlayanan di kawasan TB Simatupang, Jakarta Selatan akan tumbuh dengan pesat pada 2 tahun mendatang. Hal tersebut, sambung Hasan, dikarenakan oleh permintaan sejumlah perusahaan minyak dan gas dan pertambangan, terbatasnya pasokan ruang kantor berlayanan dan naiknya jumlah pasokan gedung perkantoran baru yang akan masuk.
Perusahaan konsultan properti itu menyatakan meningkatnya pertumbuhan perekonomian Indonesia, aktifitas dan aliran modal asing ditunjang dengan politik yang stabil telah mendukung upaya ekspansi bisnis. Hal tersebut khususnya dari perusahaan asing dan multinasional yang menanamkan modal langsung dan membuka cabang usaha di Indonesia. (sut)