JAKARTA: PSA Peugeot Citroen, prinsipal Peugeot asal Perancis, akan menunda perakitan mobil di Indonesia yang rencananya direalisasikan pada tahun ini menyusul sejumlah pertimbangan bisnis yang berubah.
Hal itu dikemukakan Chief Executive Officer PT Astra International Tbk – Peugeot Constantinus Herlijoso kepada Bisnis hari ini, Rabu 11 Januari.
“Belum lama ini saya bertemu dengan orang nomor dua di Peugeot untuk kembali menyampaikan rencana tersebut. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya rencana ini positif tertunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan,” katanya.
Secara global, lanjutnya, Peugeot terimbas krisis utang Eropa sehingga berpengaruh terhadap aspek likuiditas kendati penjualan global perusahaan tersebut pada tahun ini mencapai di atas 2,4 juta unit. “Problem pertama, kantong prinsipal terganggu,” ujarnya.
Selain itu, terang Herlijoso, prinsipal belum memiliki pengalaman banyak untuk berekspansi manufaktur di luar Eropa, terutama di negara-negara di kawasan Asia sehingga belum terlalu mengenal karakter pasar dan kekuatan daya beli, pasokan komponen serta pertimbangan investasi untuk proses modifikasi teknologi setir kanan.
“Secara rasio, penjualan Peugeot global dikonsentrasikan untuk setir kiri, sedangkan setir kanan [investasinya] belum banyak [di luar Eropa]. Kalau mereka berinvestasi setir kanan hanya di Indonesia, tentu agak berat,” jelasnya.
Di Asia Tenggara, lanjutnya, karakter konsumen terhadap kebutuhan mobil berbeda-beda. Di Indonesia, konsumen lebih memilih model kendaraan serbaguna (MPV) dengan muatan tujuh penumpang. Di Malaysia, pasar sedan mendominasi, sedangkan di Thailand kendaraan double cabin.
“Pertimbangan paling mendasar sebelum berinvestasi di antaranya adalah kegiatan investasi tersebut harus mencakup segala hal, tak hanya di Indonesia tapi dalam lingkup regional yang lebih besar. Semua tak bisa di-cover, investasi tersebut belum feasible,” katanya.
Dari aspek konsep bisnis, membangun pabrik perakitan di Indonesia sangat menguntungkan supaya harga produk menjadi lebih kompetitif. Namun, karakter masyarakat dalam memilih suatu jenis kendaraan juga ikut menjadi faktor penentu bagi prinsipal dalam mengkalkulasi feasibilitas skala produksi yang akan ditetapkan.
“Kalau semua peralatan produksi untuk pabrik Peugeot di Indonesia diimpor, dalam sekejab kami bisa merealisasikan pabrik baru Peugeot di Indonesia. Itu tidak sulit. Namun, yang kami inginkan bukan seperti itu,” katanya.
Pada tahun ini, Peugeot global berencana melakukan ekspansi di China untuk pengembangan desain dan teknologi otomotif dengan menggandeng salah satu prinsipal raksasa otomotif China, Dong Feng Motor Co.
Dia berharap langkah global tersebut bisa berdampak secara tidak langsung bagi kemajuan bisnis Peugeot di Indonesia terutama setelah kerja sama Asean – China Free Trade Agreement (ACFTA) berlaku terutama masuknya berbagai model kendaraan yang lebih cocok untuk pasar Indonesia.
“Jadi, untuk sementara ini mobil Peugeot masih diimpor secara utuh [CBU/completely built up]. Namun, kami akan merilis tiga model baru untuk meningkatkan target penjualan dari 188 unit pada 2011 menjadi di atas 300 unit pada 2012,” katanya. (ea)