JAKARTA: Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) menyarankan kepada pemerintah dan Bank Indonesia untuk menempuh bauran kebijakan (policy mix) yang lebih terkoordinatif dalam menghadapi derasnya capital inflow.
Sekretaris Jenderal ISEI Anggito Abimanyu mengatakan selama ini derasnya capital inflow yang masuk belum dapat dimanfaatkan sebagai sumber investasi karena hanya dimanfaatkan untuk investasi portfolio jangka pendek. "Dikhawatirkan arus modal masuk tersebut akan membuat perekonomian mengalami bubble dan meningkatkan risiko pembalikan arus modal dan menimbulkan instabilitas ekonomi makro," katanya di Jakarta hari ini.
Terkait hal itu, ISEI merekomendasikan enam policy mix yang dapat ditempuh pemerintah dan BI yaitu pertama, nilai tukar rupiah di level Rp8.700-Rp9.000 per dollar AS dinilai masih kompetitif secara regional sehingga BI dapat mengurangi intervensi di pasar valas dengan pertimbangan tingginya biaya moneter dan dampak kenaikan inflasi.
Kedua, memanfaatkan kelebihan cadangan devisa untuk mengurangi kewajiban utang atau dimanfaatkan untuk pembiayaan jangka pendek seperti melalui pooling dana infrastruktur. Ketiga, langkah-langkah administratif oleh BI seperti perpanjangan waktu kepemilikan SBI, kenaikan GWM dan restriksi kepada pihak asing, dan pengaturan lalu lintas devisa serta monitoring kepada arus modal asing, perlu dikomunikasikan kepada pelaku ekonomi agar tidak ada kesan dilakukan kontrol devisa dan menghalangi bank untuk ekspansi.
Keempat, di sisi fiskal pemerintah harus lebih aktif dengan instrumen obligasi yang lebih variatif untuk menarik dana-dana inflow seperti mendorong IPO saham untuk investasi perusahaan dan penerbitan obligasi korporasi perlu diperluas agar tidak didominasi oleh emiten sektor keuangan.
Kelima, pemerintah harus terus memperbaiki kebijakan menarik investasi dalam hal ini PMA dengan tetap terus mendorong pertumbuhan ekspor dan mengendalikan impor barang konsumsi. Dan keenam, mempersiapkan rencana kontigensi apabila arus modal terus membanjiri perekonomian domestik.