Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan telah memperkuat strategi guna meningkatkan minat investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas).
Plt. Dirjen Migas Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan berbagai langkah konkret tengah dilakukan, mulai dari penyempurnaan skema fiskal hingga penyederhanaan perizinan. Sejumlah langkah-langkah menaikkan gairah investasi di sektor migas tersebut meliputi penyempurnaan skema fiskal dan pemberian fleksibilitas kontrak, insentif fiskal yang lebih kompetitif, selanjutnya adalah peningkatan kualitas data subsurface.
"Hingga dukungan Satuan Tugas atau Satgas Lifting Migas dan percepatan monetisasi serta proses perizinan," ujarnya kepada Bisnis dikutip Rabu (2/7/2025).
Tri memperkirakan salah satu indikator membaiknya iklim investasi migas nasional adalah kembalinya TotalEnergies ke sektor hulu migas Indonesia. Masuknya kembali raksasa energi global tersebut dinilai sebagai bentuk kepercayaan terhadap kebijakan dan arah pengelolaan sektor energi tanah air.
Kondisi ini juga tercermin berdasarkan data lelang wilayah kerja migas. Menurutnya, sejak dilakukan penyempurnaan kontrak bagi hasil dalam tiga tahun terakhir, jumlah penandatanganan kontrak migas terus meningkat.
"Ini menandakan peningkatan iklim investigasi hulu migas Indonesia bersama dengan masuknya kembali perusahaan internasional ke industri hulu Indonesia,” katanya.
Baca Juga
Guna semakin menarik minat investor, Kementerian ESDM juga menyiapkan berbagai insentif fiskal. Salah satu insentifnya yakni bagi hasil kontraktor yang kini bisa mencapai hingga 50%, meningkat tajam dari sebelumnya hanya 15% hingga 30%. Pemerintah juga menawarkan fleksibilitas dalam memilih maupun mengubah skema kontrak antara cost recovery dan gross split
Tak hanya itu, ke depannya akan segera terbit Peraturan Menteri ESDM No.14/2025 yang memberikan kepastian hukum bagi kerja sama antara kontraktor dan mitra dalam pengelolaan wilayah kerja migas.
Sementara itu, Sekjen Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menilai di tengah dinamika geopolitik global, termasuk eskalasi konflik di Timur Tengah yang meningkat dan mengancam rantai pasok energi global atau bahkan melibatkan negara produsen utama dapat memicu kenaikan harga minyak dunia termasuk minyak mentah Indonesia (ICP).
Namun, dia merasa masih perlu juga dipertimbangkan faktor lain seperti permintaan global, kondisi ekonomi China, dan kebijakan OPEC+ untuk memproyeksi harga secara utuh.
Kenaikan ICP pada umumnya berdampak positif terhadap keekonomian proyek migas karena dapat mendorong pendapatan, percepatan pengembalian investasi, dan menjadikan proyek-proyek marginal lebih menarik bagi investor.
Namun, kondisi ini juga harus diantisipasi dengan baik karena bisa menyebabkan kenaikan biaya operasi, tekanan fiskal dan sosial serta risiko perencanaan jika harga turun kembali, termasuk juga peningkatan subsidi.
"Kontraktor juga masih perlu berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi dan operasi," katanya.