Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Khusus Jakarta (PHRI Jakarta) mengungkap banyak pengusaha yang menjual hotelnya di platform jual beli online. Hal ini lantaran pelaku usaha kesulitan dalam menjalankan bisnisnya.
Ketua Umum BPD PHRI Jakarta Sutrisno Iwantono menyampaikan, sangat mudah menemukan hotel-hotel yang dijual tersebut, utamanya di platform aplikasi jual beli online, seperti OLX.
“Kalau kita lihat angka-angka di OLX atau di aplikasi lain, itu yang jualan hotel itu sudah sangat banyak sekali. Kalau hotel itu dijual kan artinya mereka kesulitan untuk mengelola,” kata Sutrisno dalam konferensi pers secara daring, Senin (26/5/2025).
Kendati begitu, dia belum bisa memaparkan lebih jauh mengenai fenomena hotel dijual ini. Pasalnya, sejauh ini PHRI Jakarta belum menerima laporan resmi dari pelaku usaha yang menutup usahanya di Jakarta.
Bisnis pun mencoba menelusuri platform OLX, sesuai dengan pernyataan Sutrisno. Di platform tersebut, Bisnis menemukan sejumlah penawaran untuk beberapa hotel di Jakarta.
Salah satunya yakni sebuah hotel yang berlokasi di Jl. R. E. Martadinata, Gunung Sahari, Pademangan, Jakarta Utara. Informasi itu dipublikasikan oleh akun Bella Home.
Baca Juga
Dalam deskripsinya, akun tersebut mengungkap bahwa hotel tersebut memiliki 146 kamar dengan letak yang strategis yakni dekat Ancol dan Mangga Dua.
“Dijual cepat jauh dibawah NJOP, Hotel di Jln R.E Martadinata, Gn Sahari, Pademangan, Jakarta Utara,” tulis akun tersebut, dikutip Senin (26/5/2025).
Kemudian, akun Fina Chen mempublikasikan Hotel World Bandengan Selatan yang berlokasi di Tambora, Jakarta Barat. Hotel bintang 3 itu dibanderol sebesar Rp68 miliar.
Gedung tersebut memiliki luas bangunan 2.688 meter persegi dengan luas tanah 1.174 meter persegi, hotel ini memiliki 6 lantai dan 88 kamar, dan fasilitas lainnya.
Selain itu, Bisnis juga menemukan salah satu hotel yang berlokasi di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Dibyo Moorti, akun yang mengunggah penawaran tersebut menjual hotel tersebut dengan harga Rp91,5 miliar.
Fasilitas hotel tersebut meliputi 67 kamar standar, 17 kamar superior, 1 meeting room besar, 1 meeting room kecil, parkir mobil 22 lot, ruang back office, hingga memiliki 2 gudang dan 1 kantin.
Akun Raipro menawarkan Hotel Aston Priority. Hotel bintang 4 itu berlokasi di Jl. Tb Simatupang, Jakarta Selatan. Akun tersebut menjual Hotel Aston Priority sebesar Rp800 miliar.
Dalam keterangannya, hotel bintang 4 ini memiliki fasilitas 12 meeting room, ballroom, bar lounge coffee shop, restaurant, fitness center spa, bisnis center, wifi internet, dan laundry dry cleaning.
Lalu ada pula hotel bintang 3 di Senen, Jakarta Pusat yang dibanderol sebesar Rp40 miliar. Diunggah oleh akun Yanti H, hotel tersebut memiliki luas bangunan 4.632 meter persegi dengan 88 kamar.
“Harga hanya Rp40 miliar,” bunyi iklan tersebut.
Faktor Pemicu
Ketua Umum BPD PHRI Jakarta Sutrisno Iwantono sebelumnya mengungkapkan hasil survei terbaru yang dilakukan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).
Mengacu survei yang dilakukan PHRI Jakarta pada April 2025, Sutrisno menyampaikan bahwa 96,7% hotel melaporkan terjadinya penurunan tingkat hunian atau okupansi.
PHRI menyebut sebanyak 70% responden menyatakan akan terpaksa melakukan pengurangan jumlah karyawan jika kondisi penurunan okupansi hotel terus berlangsung.
“Itu akan berkisar sekitar 10%-30% jumlah karyawan [dari masing-masing hotel] akan dikurangi apabila tidak ada upaya-upaya untuk memperbaiki,” kata Sutrisno dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Senin (26/5/2025).
Selain itu, lanjutnya, 90% responden melakukan pengurangan pekerja harian dan 36,7% akan melakukan pengurangan staf.
Sutrisno menuturkan, kondisi industri perhotelan di Jakarta yang kian mengkhawatirkan ini dipicu oleh sejumlah faktor.
Pertama, penurunan tingkat hunian dan pendapatan, dengan 66,7% responden menyebut penurunan tertinggi berasal dari segmen pasar pemerintahan, seiring adanya kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah.
Dia mengatakan, penurunan pasar pemerintah kian memperburuk ketergantungan industri hotel terhadap wisatawan domestik, mengingat kontribusi wisatawan mancanegara (wisman) terhadap kunjungan ke Jakarta masih tergolong kecil, yakni 1,98% per tahun dibandingkan dengan wisatawan domestik.
Kedua, yakni kenaikan biaya operasional. Sutrisno mengungkap, pengusaha di industri ini harus menanggung peningkatan biaya operasional yang signifikan.
Dia menyebut, tarif air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) meningkat hingga 71%, sementara harga gas melonjak 20%. Pengusaha kian terbebani dengan adanya kenaikan tahunan upah minimum provinsi (UMP) yang tercatat meningkat hingga 9% tahun ini.
Faktor lain yang dinilai cukup signifikan yakni rumitkan regulasi dan sertifikasi. Sutrisno menuturkan, pihaknya dihadapkan pada tantangan administratif berupa regulasi dan sertifikasi yang dinilai rumit dan memberatkan.
Dia mengatakan, banyaknya jenis izin yang harus dipenuhi, seperti izin lingkungan, sertifikat laik fungsi, hingga perizinan minuman beralkohol. Selain itu, proses birokrasi yang panjang, duplikasi dokumen antar instansi, serta biaya yang tidak transparan dinilai menghambat kelangsungan usaha.
“Tanpa langkah konkret dan strategi pemulihan yang tepat, industri perhotelan, sebagai salah satu tulang punggung pariwisata dan penyerap tenaga kerja, berpotensi mengalami krisis berkepanjangan yang dampaknya bisa meluas ke sektor lain,” tuturnya.