Bisnis.com, JAKARTA – Investor asing diyakini masih melihat Indonesia sebagai opsi atraktif untuk menanamkan modal seiring dengan potensi yang dimilikinya ditengah gejolak ketidakpastian global akibat perang dagang AS-China.
Chief Executive Officer RSM International E.J. Nedder menyebut, kondisi perang tarif antara AS dan China dapat membuka peluang baru bagi Indonesia untuk menarik lebih banyak Investasi asing.
Nedder memaparkan, kondisi ketidakpastian pada umumnya akan membuat bisnis dan investor mencari peluang baru pada pasar-pasar lain.
"Dengan dinamika yang berubah di pasar konsumen, negara-negara Asia, seperti Indonesia dengan konsumen yang sangat besar, akan dilirik oleh bisnis ataupun investor. Ini adalah solusi alternatif bagi perusahaan, terutama dari perspektif manufaktur, sehingga akan mendorong semakin banyak investasi langsung," jelas Nedder dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Nedder menuturkan, untuk memanfaatkan peluang tersebut, Indonesia harus memastikan adanya stabilitas pada pasar keuangannya. Hal tersebut akan meningkatkan iklim berbisnis dan berinvestasi Indonesia di mata para investor.
Selain itu, Indonesia juga harus memperbaiki regulasi-regulasi yang masih tumpang-tindih. Nedders menyebut, perusahaan-perusahaan sangat melihat aspek tersebut sebelum memutuskan untuk berinvestasi ke sebuah negara.
Baca Juga
"Bisnis menyukai kejelasan tentang arah lingkungan regulasi," tambahnya.
Aspek lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah Indonesia untuk menarik investor asing adalah kesiapannya dalam melakukan transformasi digital serta kecermatan dalam melihat masalah yang mungkin terjadi dalam proses Investasi seperti ketenagakerjaan, energi alternatif, dan lainnya
"Kami melihat akan ada peluang kuat untuk pertumbuhan di pasar Asia, khususnya di Indonesia," katanya.
Adapun, Nedder juga melihat Asia sebagai kawasan yang penting dalam perekonomian global ke depannya. Dia mengatakan, 60% dari total pertumbuhan ekonomi dunia akan berasal dari wilayah Asia pada 2030 mendatang.
"Pada tahun 2023 saja, kami memproyeksikan US$230 miliar foreign direct investment ke negara-negara Asia. Sebagian besar dari angka tersebut akan didorong oleh pertumbuhan manufaktur," jelasnya.
Adapun, dia menuturkan potensi gangguan dalam perdagangan internasional seperti tarif akan berdampak positif bagi negara-negara Asia. Hal tersebut juga ditambah dengan sikap negara-negara Asia yang progresif dalam melakukan transformasi digital.