Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah asosiasi pengemudi ojek online (driver ojol) kembali meminta aplikator untuk merevisi pengenaan biaya aplikasi yang dinilai semakin mencekik.
Bahkan, Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) dan Asosiasi pengemudi Ojek Online Garda Indonesia mengumumkan bakal melakukan demo besar-besaran menuntut penghapusan biaya aplikasi itu pada 20 Mei 2025.
Menanggapi hal tersebut, Pakar Transportasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Sony Sulaksono menjelaskan bahwa pada dasarnya pengenaan tarif aplikasi itu tidak bisa dihapuskan.
Meski demikian, dia mengimbau agar pengenaan biaya aplikasi itu diharapkan tidak membuat driver ojol mendapat upah di bawah UMR yang telah ditetapkan pemerintah.
“Prinsip aplikator terhadap driver adalah ‘take it or leave it’. Kalau hitungan benarnya, berapa pun potongan yang diterapkan, driver harus bisa mendapatkan take home pay yang wajar sesuai patokan UMR,” jelasnya kepada Bisnis, Kamis (15/5/2025).
Pada saat yang sama, Sony turut menyoroti kondisi nihilnya regulasi yang dikeluarkan pemerintah mengatur hak-hak dan kewajiban antara aplikator dan driver ojol.
Baca Juga
Di tambah lagi, status aplikator yang merupakan perusahaan e-commerce membuat pemerintah tak bisa tegas mengatur nasib para driver ojol yang saat ini disebut sebagai mitra.
“Kemarin Komisi V sudah berjanji mau bantu driver. Sudah diskusi dengan dengan komunitas driver. Tapi tetap tidak akan maksimal. Aplikator adalah perusahaan e-commerce, itu bukan lingkup kebijakan Komisi V. Kalau aplikator berubah jadi perusahaan transportasi dan driver ditetapkan sebagai pegawai, barulah bisa Komisi V masuk [mengatur],” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum SPAI, Lily Pujiati menjelaskan bahwa dalam aksi demo pada 20 Mei 2025, pihaknya bakal menuntut aplikator untuk dapat segera melakukan revisi biaya aplikasi. Di mana, saat ini biaya aplikasi yang ditanggung oleh para driver ojek online (ojol) mencapai 70%.
“Kondisi kerja yang jauh dari layak itu termanifestasi dalam bentuk potongan platform yang selangit hingga mencapai 70%,” tegasnya kepada Bisnis, Kamis (15/5/2025).
Dalam penjelasannya, biaya aplikasi itu menyebabkan driver hanya mendapat upah sebesar Rp5.200 dari hasil kerjanya mengantarkan makanan. Padahal, pelanggan melakukan pembayaran ke platform sebesar Rp18.000.
Atas dasar hal itu, protes kembali dilayangkan guna menuntut kondisi kerja yang layak bagi para pengemudi ojol. Dia meminta agar biaya aplikasi dapat dihapuskan.
“Maka kami mendukung tuntutan potongan 10% dan bahkan kami menuntut potongan platform dihapuskan. Selain itu, harus ada kejelasan tarif penumpang, barang dan makanan yang setara dan adil,” pungkas Lily.