Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Makna Negosiasi Tarif Trump di Tengah Kekosongan 'Utusan' Prabowo di AS

Donald Trump berupaya memperkuat hegemoni Amerika Serikat dengan memberlakukan tarif impor. Dalam kondisi genting ini, Indonesia tak punya 'utusan resmi' di AS.
Presiden AS Donald Trump menggelar konferensi pers di Rose Garden, White House pada Rabu (2/4/2025) terkait pemberlakuan tarif impor pada mitra dagang AS di seluruh dunia, serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil. / EPA/Bloomberg-Jim Lo Scalo
Presiden AS Donald Trump menggelar konferensi pers di Rose Garden, White House pada Rabu (2/4/2025) terkait pemberlakuan tarif impor pada mitra dagang AS di seluruh dunia, serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil. / EPA/Bloomberg-Jim Lo Scalo

Bisnis.com, JAKARTA — Penerapan tarif impor atau tarif perdagangan menunjukkan hasrat Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengedepankan hegmoni Negeri Paman Sam secara global.

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Desk China-Indonesia di Center of Economic and Law Studies (Celios) Zulfikar Rakhmat dalam program Broadcash di kanal Youtube Bisniscom, dikutip pada Selasa (22/4/2025).

“Kalau saya melihatnya ini adalah ambisi hegemoni dan ingin menunjukkan bahwa Amerika adalah negara yang besar. Dia ingin mengembalikan kejayaan kembali. Memang tentu ada faktor domestik. Tapi sebenarnya yang diinginkan Trump adalah menunjukkan bahwa Amerika adalah negara yang besar,” ulasnya.

Alasan domestik sehubungan dengan penerapan tarif itu adalah Trump ingin mendorong industri dalam negeri lantaran ekonomi Amerika sendiri juga sudah turun sehingga berimplikasi pada jumlah pengangguran yang berlipat ganda.

Dia juga menganalisis bahwa kenaikan tarif itu pada akhirnya memaksa negara-negara lain untuk bernegosiasi dengan Amerika Serikat. Datangnya perwakilan berbagai negara ke Amerika, kata Zulfikar, menggambarkan ketertundukan mereka di hadapan Negeri Paman Sam.

Sebaliknya, China menurutnya juga memiliki rasa kebanggaan yang sama tingginya dengan Amerika Serikat. Hal itulah yang mendorong Negeri Tirai Bambu juga melakukan retaliasi atau menerapkan tarif balasan terhadap produk-produk asal Amerika dan pola semacam ini menurutnya akan terus terjadi antara kedua negara.

Pada kesempatan itu, ia juga menjelaskan bahwa perang tarif yang ditabuh oleh Trump ini berdampak baik langsung maupun tidak langsung kepada Indonesia. Dampak langsungnya, tentu saja terjadi kenaikan tarif impor produk Indonesia ke Amerika Serikat, di mana Amerika menerapkan 32%.

Angka itu, ada kemungkinan akan dikerek menjadi 69%. Perhitungan tarif itu menurutnya sebenarnya bersumber dari defisit transaksi perdagangan antara Amerika dan Indonesia.

Negosiasi Tarif Trump jadi Solusi Terbaik

Adapun, sektor-sektor yang bakal terkena imbas tentu saja alas kaki, tekstil dan juga elektronik, meski hubungan perdagangan antara Indonesia dan Amerika, tidak sebesar dengan negara tradisional seperti China. Perdagangan dengan Amerika cuma menyumbangkan 11 persen dari total perdagangan Indonesia.

Sementara itu, dampak tidak langsung dari adanya perang tarif ini bagi Indonesia, menurutnya cukup signifikan, terutama pada rantai pasar dan semacamnya, lantaran China juga melakukan retaliasi terhadap Amerika.

“Jadi ada kemungkinan, barang-barang China akan redirect. Yang tujuannya seharusnya ke AS, mengarah ke Indonesia dan tentunya ini akan berdampak ke industri lokal. Apalagi Indonesia pasarnya besar, warganya banyak,” jelasnya.

Dia mengatakan bahwa langkah negosiasi dengan Amerika Serikat merupakan solusi yang terbaik. Retaliasi dari Indonesia terhadap produk Amerika merupakan tindakan yang baginya, kontraproduktif.

Hanya saja, tuturnya, yang perlu ditingkatkan adalah konsistensi dalam negosiasi, dalam arti, jangan sampai Indonesia hanya mengirimkan delegasi yang bersifat ad hoc.

“Kenapa saya bilang begitu. Dua tahun terakhir ini kita tidak punya duta besar di Amerika Serikat. Ini memunculkan kesan bahwa Amerika tidak begitu penting sekarang bagi Indonesia. Menurut saya konsistensi negosiasi itu penting dan urgen bagi Indonesia untuk sekarang punya duta besar yang terus memantau kemudian terus bisa bernegosiasi,” paparnya.

Anggota Komisi I DPR Amelia Anggraini menyayangkan kekosongan posisi Duta Besar Indonesia di AS selama dua tahun terakhir, padahal sinyal kelumit kondisi global sudah terlihat sejak lama. Bahkan, kondisi saat ini menurutnya sudah tidak ideal.

"Kami mendesak Presiden untuk segera menunjuk duta besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Ini bukan sekadar soal penempatan diplomatik, tapi menyangkut kepentingan strategis Indonesia dalam menjaga relasi bilateral dengan mitra utama," kata Amelia.

Menurutnya, jika kekosongan terseut dibiarkan tanpa tindaklanjut berarti, ada risiko terhambatnya berbagai agenda strategis, termasuk penguatan kerja sama militer, perdagangan teknologi tinggi, serta diplomasi kemanusiaan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper