Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan Prabowo Subianto telah menarik utang baru sepanjang tahun ini hingga akhir Maret 2025 senilai Rp270,4 triliun.
Angka tersebut jauh lebih tinggi dari realisasi akhir Maret 2024 yang hanya senilai Rp105,6 triliun atau meningkat Rp164,8 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan penarikan utang yang dilakukan cukup besar pada awal tahun atau frontloading tersebut—termasuk prefunding—menjadi langkah antisipasi efek kebijakan Presiden AS Donald Trump.
Memang menjadi kenaikan karena kita melakukan frontloading mengantisipasi bahwa Pak Trump akan membuat banyak disruption," ujarnya dalam Sarasehan Ekonomi beraama Presiden RI, Selasa (8/4/2025).
Memang, strategi pemerintah dalam APBN 2025 dilakukan secara frontloading, bahkan sebelum masa APBN 2025 berlaku, pemerintah telah melakukan prefunding untuk mendukung belanja pemerintah.
"Strategi dari penerbitan kita mengantisipasi ketidakpastian yang pasti akan membuat kenaikan," lanjutnya.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa penarikan utang untuk membiayai APBN tersebut salah satunya berasal dari penerbitan Surat Berhaga Negara (SBN) yang telah mencapai Rp282,6 triliun atau 44% dari target Rp642,6 triliun.
Sementara itu, pemerintah melakukan pembayaran pinjaman senilai Rp12,3 triliun, sehingga total pembiayaan utang terkoreksi menjadi Rp270,4 triliun.
Dari sisi pembiayaan nonutang, pemerintah membayar Rp20,4 triliun. Alhasil, total pembiayaan anggaran sampai dengan Maret 2025 senilai Rp250 triliun.
Melalui pembiayaan tersebut, defisit APBN 2025 tercatat senilai Rp104,2 triliun dengan realisasi belanja negara mencapai Rp620,3 triliun dan pendapatan senilai Rp516,1 triliun.
Dalam paparannya, Sri Mulyani menegaskan bahwa pemenuhan target pembiayaan berjalan on-track, dengan cost of fund tetap efisien dan risiko yang terus dimitigasi.
Sementara penerbitan utang neto dalam kisaran 30% dari target pembiayaan utang neto APBN 2025, dan secara reguler dilaksanakan.
Dirinya juga menekankan Kementerian Keuangan bersama Bank Indonesia terus memperkuat dalam menjaga stabilitas nilai tukar dan mitigasi risiko.