Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wamenkeu Anggito Klaim Coretax Tak Lagi Bermasalah, Benarkah?

Wamenkeu Anggito Abimanyu juga membantah bahwa Coretax adalah biang kerok turunnya penerimaan perpajakan, karena gangguan yang terjadi berbulan-bulan.
Anggito Abimanyu yang disebut akan menjadi wakil menteri keuangan mendampingi Sri Mulyani pada pemerintahan Prabowo-Gibran. / Bisnis-Nurul Hidayat
Anggito Abimanyu yang disebut akan menjadi wakil menteri keuangan mendampingi Sri Mulyani pada pemerintahan Prabowo-Gibran. / Bisnis-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengklaim sistem inti administrasi perpajakan alias Coretax sudah tidak lagi bermasalah. Bahkan, dia menyebut Coretax sebagai inovasi besar.

Anggito menilai tidak benar anggapan yang menyatakan penerimaan pajak turun drastis karena penerapan Coretax. Hanya saja, dia mengakui implementasi Coretax memerlukan penyesuaian perubahan sistem sehingga memakan waktu.

Salah satu permasalahan yang kerap muncul yaitu susahnya mengunggah faktur pajak di Coretax. Kini, klaimnya, permasalahan tersebut sudah hampir terselesaikan.

"Alhamdulillah Maret sudah tidak ada lagi komplain-komplain signifikan," ujar Anggito, seperti yang disimak Bisnis melalui Zoom dalam paparannya di acara Sosialisasi dan Masukan Asosiasi Usaha terkait tarif timbal balik Trump, Senin (7/4/2025).

Lebih lanjut, Guru Besar Universitas Gadjah Mada itu meyakini Coretax sebagai inovasi besar (game changer). Alasannya, Coretax akan menyetarakan peran wajib pajak dengan Kementerian Keuangan.

"Proses keberatan banding akan lebih kredibel, proses pemeriksaan akan lebih pasti," klaim Anggito.

Sebelumnya, Direktur P2Humas Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astuti melaporkan bahwa sudah terdapat pengadministrasian 136,96 juta faktur pajak melalui Coretax untuk masa pajak Januari hingga 16 Maret 2025 pukul 03.04 WIB.

"Faktur pajak tersebut terdiri dari 61.239.243 faktur pajak untuk masa pajak Januari, 64.035.902 faktur pajak untuk masa pajak Februari, dan 11.694.131 faktur pajak untuk masa pajak Maret [2025]," tulis Dwi dalam keterangan resmi, dikutip pada Rabu (19/3/2025).

Ditjen Pajak mengakui bahwa terdapat kendala dalam administrasi faktur pajak melalui Coretax sehingga terdapat penanganan sejumlah kendala. Misalnya, waktu tunggu atau latensi penerbitan faktur pajak sempat mencapai 10 detik.

Menurut Dwi, kini latensi penerbitan faktur pajak telah menjadi 1,46 detik. Dia juga mengklaim terdapat penurunan latensi dalam login Coretax, yang pada awal Februari 2025 selama 4,1 detik dan kini menjadi 0,012 detik.

Tak hanya itu, Dwi menyebut ada penurunan latensi dalam pembuatan bukti potong dan pelaporan surat pemberitahuan tahunan (SPT).

Sementara itu, Kementerian Keuangan melaporkan realisasi penerimaan pajak Rp187,8 triliun per Februari 2025 atau turun 30,2% secara tahunan (year on year/YoY). Pada Februari 2024, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp269,02 triliun.

Ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Prianto Budi Saptono meyakini permasalahan implementasi Coretax menjadi penyebab utama penurunan penerimaan pajak pada awal tahun.

Prianto menjelaskan setelah diluncurkan pada 1 Januari 2025, Coretax terus mengalami masalah teknis. Masalahnya, proses bisnis pembayaran pajak hanya bisa dilakukan melalui Coretax.

"Makanya, secara praktis pembayaran pajak tidak dapat dilakukan di bulan Januari 2025 ketika Coretax bermasalah," jelas direktur eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute itu kepada Bisnis, Rabu (12/3/2025).

Apalagi, sambungnya, setoran pajak yang bermasalah berasal dari jenis pajak yang dikelola Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak seperti pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak bumi dan bangunan (PBB) sektor pertambangan.

Senada, Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar melihat setidaknya ada tiga faktor utama yang menjadikan penerimaan pajak terkontraksi yaitu implementasi Coretax yang bermasalah, penerapan kebijakan tarif efektif rata-rata (TER), dan peningkatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN).

Menurutnya, tiga faktor utama tersebut seharusnya bersifat sementara. Oleh sebab itu, dia meyakini ke depan penerimaan pajak bisa meningkat lagi atau terjadi perbaikan.

"Perbaikan ini terjadi karena saya melihat dampak utamanya adalah operational risk [risiko operasional], begitu pula dengan dampak koreksi dari TER maupun restitusi PPN yang akan berkurang dalam beberapa bulan ke depan," jelas Fajry kepada Bisnis, Kamis (13/3/2025).

Kendati demikian, Fajry menggarisbawahi secara fundamental kinerja pajak lebih dipengaruhi oleh kondisi perekonomian. Oleh sebab itu, jika kondisi perekonomian membaik maka target penerimaan pajak sebesar Rp2.189,3 triliun sepanjang 2025 masih bisa tercapai.

"Jika kondisi makro tidak jauh dari asumsi APBN—seperti pertumbuhan ekonomi 5,2%—dan masih dikelola oleh orang yang tepat, saya masih yakin dengan kondisi kesehatan keuangan negara kita," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper