Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mempercepat perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif Indonesia dan Uni Eropa atau Indonesia—European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) pada Juni 2025.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan perundingan IEU-CEPA akan diusahakan untuk segera rampung pada semester I/2025 mendatang.
“IEU-CEPA dipercepat. Tadi kan disepakati juga agar segera diselesaikan,” kata Budi saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (7/4/2025).
Budi menuturkan langkah percepatan ini seiring dengan upaya pemerintah guna memiliki diversifikasi pasar baru untuk menggenjot peluang ekspor Indonesia.
“Beliau [Menko Airlangga Hartarto] tadi menyampaikan kesepakatannya kan Juni harus selesai. Jadi kita juga harus punya pasar baru,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan Indonesia perlu melakukan diversifikasi pasar dalam mengekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya, termasuk ke pasar Uni Eropa.
Baca Juga
Eddy juga menyebut pemerintah akan mempercepat perjanjian IEU—CEPA dalam waktu 1–2 bulan ke depan.
“Kalau dari rapat tadi, sepertinya nggak lama lagi. Mungkin waktu hitungan —2 bulan, atau 2 bulan paling lama sepertinya. Karena tadi sepertinya udah serius sekali untuk mempercepat itu [IEU—CEPA],” kata Eddy saat dihubungi Bisnis, Senin (7/4/2025).
Menurutnya, dengan adanya perjanjian IEU-CEPA, maka Indonesia akan memiliki diversifikasi pasar, khususnya jika terjadi penurunan ekspor CPO dan turunannya di AS. Terlebih, pangsa pasar ekspor CPO Indonesia di AS mencapai 89%.
“Misalnya terjadi penurunan [ekspor CPO] di Amerika, kan ada diversifikasi pasar [ke Uni Eropa],” terangnya.
Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menuturkan bahwa AS merupakan negara tujuan ekspor CPO kelima terpenting, meski dari sisi nilai bukan yang terpenting.
Menurutnya, penurunan ekspor ke AS perlu dialihkan ke negara yang selama ini menjadi tujuan penting seperti China, India, Pakistan, dan Bangladesh.
Samirin juga menyebut pemerintah perlu memperluas pasar hingga ke Uni Eropa dan merampungkan perjanjian IEU—CEPA.
“Selain tentunya mencoba membuka pasar baru di Afrika dan memperluas pasar di EU [Uni Eropa]. Dalam konteks ini IEU—CEPA perlu segera dituntaskan,” kata Samirin kepada Bisnis, Senin (7/4/2025).
Apalagi, Samirin menjelaskan bahwa CPO akan paling terdampak. Sebab, negara seperti Malaysia yang juga penghasil CPO mendapatkan tarif resiprokal yang lebih rendah dari Indonesia.
“Malaysia terkena TRT [Trump Reciprocal Tariff] 24%, sedangkan Indonesia mencapai 32%. 8% adalah selisih harga yang sangat signifikan,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, PresidenDonald Trump resmi menetapkan bahwa semua mitra dagang AS akan dikenakan tarif setidaknya 10%, sedangkan negara-negara yang dianggap memiliki hambatan tinggi terhadap barang-barang AS akan menghadapi tarif lebih besar.
Alasannya, seperti yang disampaikan dalam banyak pidatonya, Trump ingin mewujudkan anggaran berimbang (balance budget) alias defisit APBN nol persen terhadap produk domestik bruto dalam masa pemerintahannya.
“Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita,” kata Trump di Rose Garden, Gedung Putih dilansir dari Reuters.
Produk-produk Indonesia sendiri dikenai tarif bea masuk sebesar 32%. Padahal, sebelumnya hanya 10%—bahkan beberapa barang konsumsi sepenuhnya bebas bea masuk karena Indonesia menikmati fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) yang diberikan oleh pemerintah AS kepada negara-negara berkembang.