Bisnis.com, JAKARTA — Arab Saudi memangkas harga jual minyak mentah utama untuk pasar Asia. Pemangkasan harga tersebut terjadi beberapa hari setelah OPEC+ mengumumkan peningkatan pasokan minyak global yang jauh di atas perkiraan pasar.
Mengutip Bloomberg pada Minggu (6/4/2025) perusahaan minyak nasional Saudi Aramco menurunkan harga jual Arab Light untuk pengiriman per Mei sebanyak US$2,30 per barel ke negara-negara Asia, yang merupakan penurunan terbesar dalam lebih dari dua tahun terakhir.
Pemangkasan harga ini dilakukan setelah serangkaian kenaikan harga besar dari Arab Saudi dalam beberapa waktu terakhir. Namun, penurunan kali ini lebih besar dari perkiraan para pelaku pasar dan analis dalam survei yang dilakukan Bloomberg.
Langkah ini mengikuti keputusan OPEC+ pada 3 April lalu yang menyatakan akan menambah pasokan minyak global lebih dari 400.000 barel per hari mulai bulan depan—jumlah yang tiga kali lipat dari rencana awal.
Menurut sejumlah delegasi, keputusan ini bertujuan untuk meningkatkan disiplin produksi di antara anggota OPEC+, terutama negara-negara seperti Kazakhstan dan Irak yang belakangan kurang konsisten dalam mematuhi kuota.
Tambahan pasokan dari OPEC+ ini akan melengkapi peningkatan produksi yang telah dimulai bulan ini sebagai bagian dari pelonggaran pembatasan produksi yang diberlakukan sejak 2022. OPEC+ juga berencana untuk terus menambah produksi dalam beberapa bulan ke depan, meski dengan skala yang lebih kecil.
Baca Juga
Langkah percepatan produksi ini datang di tengah kekhawatiran atas lemahnya permintaan global, yang dinilai mengejutkan oleh banyak pengamat pasar. Harga minyak Brent di London bahkan sempat jatuh di bawah US$65 per barel pada akhir pekan lalu, yang merupakan level terendah dalam lebih dari tiga tahun terakhir.
Padahal, Saudi Arabia membutuhkan harga minyak di atas US$90 per barel untuk menyeimbangkan anggaran negara. Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump terus mendesak OPEC+ agar menurunkan harga minyak sebagai bagian dari upaya untuk menekan inflasi serta meningkatkan tekanan ekonomi terhadap Rusia dalam konteks perang di Ukraina.