Bisnis.com, JAKARTA — Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendatangi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) terkait dengan besaran Bantuan Hari Raya (BHR).
Ketua SPAI Lily Pujiati menyampaikan, kedatangan ini dilakukan untuk melakukan pengaduan setelah aplikator ojek online tidak memberikan BHR sesuai dengan instruksi yang dikatakan oleh Presiden Prabowo Subianto.
“Makanya kami datang ke sini untuk mengadukan ke posko pengaduan BHR ini,” kata Lily di Kemenaker, Selasa (25/3/2025).
Dalam pantauan Bisnis, SPAI mendatangi Kemenaker sejak pukul 10.00 WIB untuk melakukan pengaduan. Namun, sampai dengan pukul 13.00 WIB pengaduan laporan tersebut belum diserahkan ke Kemenaker
Lily menuturkan, dalam kedatangan dirinya ke Kemenaker, pihak SPAI membawa 800 aduan dari seluruh Indonesia terkait dengan BHR yang tidak sesuai.
Lily merinci dari 800 laporan yang dirinya pegang, sebanyak 80% laporan merupakan aduan dari mitra ojek online yang mendapatkan BHR hanya Rp50.000.
Baca Juga
“Contohnya lagi, kalau yang mereka khusus yanh infal, yang hari Sabtu minggu itu mereka tidak dapat. Tidak dapat BHR itu,” ujar Lily.
Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menilai besaran bonus hari raya (BHR) yang diberikan perusahaan aplikator transportasi online kepada mitra pengemudi tidak manusiawi.
Ketua SPAI Lily Pujiati menyampaikan, besaran BHR yang diberikan tidak sesuai dengan informasi yang diterima Presiden Prabowo Subianto, yang beberapa waktu lalu mengungkap bahwa pengemudi ojek online(ojol) akan menerima Rp1 juta per orang.
“Nilai THR ojol tersebut tidak sesuai dengan pernyataan presiden mengenai kontribusi pengemudi ojol, taksol [taksi online], kurir yang sudah menghasilkan keuntungan selama ini bagi platform seperti Gojek, Grab, Shopee Food, Maxim, Lalamove, InDrive, Deliveree, Borzo, dan lainnya,” tegas Lily dalam keteranganya, Minggu (23/3/2025).
Dari pengaduan yang masuk ke SPAI, Lily mengungkap bahwa seorang pengemudi ojol ada yang hanya mendapat BHR sebesar Rp50.000. Padahal, pendapatannya selama 12 bulan mencapai Rp33 juta.
Menurutnya, hal ini tidak adil lantaran perusahaan menentukan kategori yang diskriminatif seperti hari aktif 25 hari, jam kerja online 200 jam, tingkat penerimaan order 90% hingga tingkat penyelesaian trip 90% setiap bulannya.
Ditambah lagi, kata dia, potongan platform hingga 50% yang kian membebani pendapatan pengemudi ojol serta membuat seolah-olah pengemudi tidak berkinerja baik.