Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Defisit AS Membengkak jadi US$1,15 Triliun per Februari 2025

Defisit anggaran AS pada Februari 2025 sendiri, yang merupakan bulan penuh pertama di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, mencapai US$307 miliar.
Gedung-gedung di Manhattan terlihat dari puncak observatorium One Vanderbilt di Manhattan, New York City, AS, 14 April 2023./Reuters
Gedung-gedung di Manhattan terlihat dari puncak observatorium One Vanderbilt di Manhattan, New York City, AS, 14 April 2023./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Defisit anggaran Amerika Serikat (AS) dalam lima bulan pertama tahun fiskal 2025 mencapai rekor tertinggi US$1,147 triliun, menurut laporan Departemen Keuangan AS pada Rabu.

Melansir Reuters, Kamis (13/3/2025), defisit pada Februari yang merupakan bulan penuh pertama di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump mencapai US$307 miliar, naik 4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Rekor baru ini melampaui defisit US$1,047 triliun pada Oktober 2020 hingga Februari 2021, ketika AS menghadapi lonjakan pengeluaran bantuan pandemi Covid-19 dan anjloknya penerimaan pajak.

Menurut Departemen Keuangan, kenaikan defisit Februari sebesar US$11 miliar disebabkan oleh lonjakan pembayaran bunga utang, tunjangan Jaminan Sosial, dan biaya layanan kesehatan, yang melampaui pertumbuhan penerimaan negara.

Di sisi lain, kebijakan tarif impor dan pemangkasan pengeluaran yang dicanangkan Trump sejauh ini belum memberikan dampak berarti terhadap anggaran negara.

Pendapatan negara pada Februari mencapai US$296 miliar, rekor tertinggi untuk bulan tersebut, naik 9% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, pengeluaran melonjak 6% menjadi $603 miliar—juga rekor tertinggi untuk Februari.

Setelah penyesuaian kalender, defisit Februari sebenarnya mencapai US$311 miliar, menyamai rekor Februari 2021 yang kala itu dipicu oleh pengeluaran besar akibat pandemi.

Kelompok pemantau anggaran, Committee for a Responsible Federal Budget, memperingatkan bahwa pemerintah AS saat ini berutang sekitar US$8 miliar per hari.

“Kita sudah hampir setengah jalan dalam tahun fiskal, namun belum ada langkah konkret untuk mengendalikan utang yang terus meroket,” ujar presiden komite Maya MacGuineas.

Hingga akhir Februari, penerimaan negara naik 2% menjadi US$1,893 triliun, tetapi belanja melonjak 13% menjadi US$3,039 triliun. Setelah disesuaikan dengan kalender, defisit fiskal tahun berjalan tercatat US$1,063 triliun, rekor tertinggi baru. Angka ini naik 17% atau US$157 miliar dibandingkan tahun sebelumnya.

Dampak Tarif dan Efisiensi DOGE

Trump mulai memberlakukan tarif tambahan 10% atas impor China pada 4 Februari, yang kemudian dinaikkan menjadi 20% pada 4 Maret. Namun, Departemen Keuangan menyatakan bahwa peningkatan ini belum berdampak signifikan pada penerimaan bea cukai Februari dan baru akan terlihat dalam data Maret.

Penerimaan bea cukai bersih pada Februari mencapai US$7,25 miliar, turun dari US$7,34 miliar pada Januari, tetapi lebih tinggi dibandingkan US$6,21 miliar pada Februari 2024.

Sementara itu, kebijakan Trump untuk memangkas pengeluaran pemerintah melalui Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) yang dipimpin Elon Musk mulai menunjukkan hasil.

Departemen Pendidikan, yang menjadi target utama pemangkasan anggaran, mencatat penurunan pengeluaran dari US$14 miliar tahun lalu menjadi US$8 miliar pada Februari 2025. Penurunan ini didorong oleh pemotongan dana untuk program pendidikan dasar dan menengah.

Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) yang sedang dalam proses pembubaran oleh pemerintahan Trump tetap mengeluarkan dana sebesar US$226 juta pada Februari, turun drastis dari US$542 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Bunga Utang Kian Membengkak

Faktor utama di balik lonjakan defisit adalah kenaikan beban bunga utang pemerintah, peningkatan pembayaran Kredit Pajak Anak, serta bertambahnya pengeluaran Jaminan Sosial akibat penyesuaian biaya hidup sebesar 2,5% untuk tahun 2025.

Sepanjang tahun fiskal ini, beban bunga utang pemerintah mencapai US$478 miliar, naik 10% dari tahun sebelumnya. Angka ini bahkan telah melampaui total anggaran pertahanan sebesar US$380 miliar.

Di sisi lain, pengeluaran untuk Jaminan Sosial naik 8% menjadi sekitar US$663 miliar, seiring dengan meningkatnya jumlah penerima manfaat dan penyesuaian inflasi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper