Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) mewanti-wanti pemerintah untuk segera memberikan stimulus dan karpet merah bagi investor penghiliran produk jadi turunan nikel. Hal ini tak lepas dari kekhawatiran akan bumerang masifnya smelter nikel di Tanah Air.
Sekjen AP3I Haykal Hubeis mengatakan, kemajuan Indonesia dalam langkah awal hilirisasi telah sangat maju, sementara pengembangan ekosistem industrialisasi dari produk mentah ke produk hilir yang bernilai tambah mesti ditingkatkan.
“Pemerintah perlu fokus untuk berani memberikan ‘karpet merah’ berupa dukungan kebijakan dan insentif yang kuat, tujuannya untuk menarik investasi lebih ke hilir [end product],” kata Haykal kepada Bisnis, Senin (10/3/2025).
Dia menuturkan, stimulus amat penting untuk dapat menarik investor masuk dan membangun industri mineral bernilai tambah lebih banyak dan menjadikan daya saing industri nasional semakin kuat sehingga mengurangi ketergantungan dengan pasar di China.
Menurut Haykal, poin-poin mendasar untuk mendukung hilirisasi nikel menjadi produk jadi yaitu kepastian dan jaminan pasokan bahan baku melalui regulasi yang memastikan keberadaan pasokan.
“Selain itu, akses energi dengan harga bersaing dan stabil, termasuk mengadakan diversifikasi sumber energinya,” ujarnya.
Baca Juga
Tak hanya itu, dia juga menyoroti kepastian hukum dan regulasi jangka panjang yang selalu jadi pertimbangan utama para investor.
Di samping itu, infrastruktur logistik yang dapat diandalkan juga menjadi kebutuhan para penanam modal untuk dapat menjamin konektivitas dan menekan ongkos transportasi.
Sejumlah stimulus di atas menjadi penting untuk penguatan ekosistem terhadap industri-industri masa depan, seperti baterai EV dan superalloy untuk menjadi industri strategis. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya menjadi pemasok bahan baku, tetapi juga sebagai produsen terhadap industri tersebut.
Dalam hal ini, Haykal menilai pemerintah perlu konsisten dan disiplin dalam mengelola kebijakan hilirisasi yang meliputi kepastian di hulu, percepatan di hilir dan mengatur tata niaga perdagangan untuk produk-produk hilir tersebut.
“Perlu rencana dan aksi yang komprehensif dan sekali lagi konsistensi,” pungkasnya.
Berdasarkan catatan Kementerian Investasi dan hilirisasi/BKPM, realisasi investasi bidang hilirisasi sepanjang 2024 di sektor mineral yakni smelter mencapai Rp245,2 triliun. Adapun, smelter nikel mendominasi yakni sebanyak Rp153,2 triliun.
Investasi smelter nikel yang tak diiringi dengan pengembangan ekosistem produk turunannya hanya akan memicu banjir produksi logam tersebut. Tak hanya menyeret turun harga, fenomena ini juga makin dikhawatirkan lantaran berkurangnya bijih nikel dan produksi smelter yang mesti dipangkas.