Bisnis.com, JAKARTA — Direksi BUMN bukan merupakan penyelenggara negara, menjadi perhatian publik yang menimbulkan kerumitan baru.
Direktur Eksekutif The Prakarsa Ah Maftuchan mengatakan bahwa pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukanlah penyelenggara negara berangkat dari kebiasaan di Amerika Serikat. Kebiasaan itu menurutnya dikenal dengan istilah business judgment rule atau BJR.
“Intinya aturan ini mengatur bahwa langkah yang diambil oleh eksekutif di sebuah perusahaan itu tidak bisa disalahkan secara pidana, asalkan dilakukan dalam koridor-koridor bisnis yang bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya dalam obrolan Broadcash di kanal Youtube Bisniscom.
Menurutnya, BJR ini cukup longgar. Pasalnya, dengan kondisi BUMN di Indonesia yang seringkali mendapatkan intervensi politik, asas ini berpotensi makin menurunkan akuntabilitas pengelolaan BUMN. Pasalnya, BJR akan menempatkan direksi pada ranah perdata.
“Lalu kemudian penegak hukum untuk masuk ke ranah pidananya itu harus mendapatkan mensrea atau niat jahat dalam Bahasa hukumnya. Hal ini sulit kalau saya sebagai direksi bilang niat saya baik untuk pengembangan bisnis, ya kan sesuatu yang sulit untuk dibuktikan,” tambahnya.
Dia melanjutkan, dalam konteks bisnis selalu menggunakan apa yang tertulis di dalam dokumen bisnis, misalnya neraca keuangan, termasuk nilai saham, yang semua itu bersifat numeric dan bisa dilampirkan.
Baca Juga
“Sementara kalau mensrea itu tidak bisa diukur secara numerik. Susah karena niat tidak bisa diukur secara numerik. Niat baik harus terefleksi ke dalam laporan-laporan yang tertulis, yang bisa dipertanggungjawabkan di dalam konteks laporan perusahaan seperti pembukuan perusahaan. Ini yang menurunkan akuntabilitas pengelolaan BUMN,” ucapnya.
Menurutnya, di Amerika Serikat praktik BJR ini penuh perdebatan dan tidak mulus seperti yang diharapkan. Di Indonesia, dalam konteks BUMN, ada yang peran-peran negara yang mesti dijalankan dan didanai oleh penyertaan modal negara (PMN).
“Ini uang negara, APBN lalu kemudian disertakan ke BUMN tertentu, untuk menyelenggarakan hal-hal atau program-program yang diprioritaskan oleh pemerintah. Kalau menggunakan BJR , bagaimana nanti pertanggungjawaban penggunaan penyertaan modal negara. Ini akan menimbulkan kerumitan baru,” pungkasnya.