Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Optimalkan Perlindungan JKK, Dokter Minta Kemenkes Bentuk Pengawasan Penyakit Akibat Kerja

Banyak penyakit akibat kerja yang merupakan bagian dari Jaminan Kecelakaan Kerja belum terlaporkan dengan baik ke dalam sistem jaminan sosial nasional.
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Praktisi Kedokteran Okupasi Agustina Puspitasari menyebut belum semua pekerja di Indonesia terlindungi jaminan kecelakaan kerja, termasuk penyakit akibat kerja (PAK). Bahkan, ada juga kasus PAK yang tak terlaporkan.

Menurut definisi, kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.

Sementara itu, PAK adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan. Adapun, PAK diatur di dalam Permenkes Nomor 11 Tahun 2022 tentang Pelayanan PAK.

Padahal, Agustina mengungkap bahwa pekerja memiliki peran penting dalam melaksanakan pembangunan, sehingga perlu dilindungi keselamatan dan kesehatannya termasuk jaminan sosial.

Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan pada 2023, dia menyampaikan bahwa jumlah kasus kecelakaan kerja di Indonesia tercatat sebanyak 370.747 kasus dan 725 kasus PAK.

“Kasus PAK yang terlaporkan masih sedikit sehingga seperti fenomena puncak gunung es. Sebenarnya banyak, tetapi tidak terlaporkan,” kata Agustina dalam Diskusi Panel Isu-Isu Terkini Jaminan Sosial dan Perasuransian dalam Perspektif Kedokteran di Kantor Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Jakarta, Minggu (19/1/2025).

Dia juga menambahkan bahwa data kasus PAK di Indonesia masih belum banyak terlaporkan lantaran belum terintegrasi data antar stakeholder terkait.

Selain itu, lanjut dia, regulasi terkait pelaporan yang ada tersebar di beberapa pengaturan (fragmented) dan sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini, serta belum disesuaikan dengan digitalisasi.

“Pimpinan atau manajemen perusahaan cenderung enggan malaporkan kasus KK dan PAK yang terjadi dengan berbagai alasannya,” tuturnya.

Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa pelaporan kasus KK don PAK lebih diutamakan untuk proses pengajuan manfaat program JKK dibanding untuk pemenuhan norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Untuk itu, menurutnya, salah satu alternatif kebijakan yang perlu dilakukan adalah melakukan harmonisasi regulasi penjaminan JKK-PAK, terutama penegakan dugaan PAK antar stakeholder terkait dengan menetapkan Kemenkes sebagai leading sector. Serta, penyusunan regulasi sistem pelaporan JKK-PAK nasional yang terintegrasi.

“Regulasinya sedemikian banyak, tapi masih belum harmoni. Kemudian data kasus PAK itu dengan datanya belum terlaporkan, karena memang tidak ada data nasional yang itu terintegrasi,” jelasnya.

Dalam hal ini, dia menjelaskan diperlukan penguatan regulasi kerja sama fasilitas kesehtan dengan JKK-PAK dan sosialisasi kepada seluruh stakeholder  hingga daerah. Selain itu, diperlukan penyusunan standar pelayanan nasional KK-PAK.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper