Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut kuota impor gula kristal putih (GKR) atau rafinasi untuk industri turun menjadi 3,4 juta ton tahun ini, dari sebelumnya sebanyak 3,6 juta ton.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan pengurangan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk perubahan pola konsumsi masyarakat dan kebijakan pemerintah terkait kesehatan.
“Gula konsumsi itu sudah enggak impor, kalau gula untuk industri, gula rafinasi itu tahun sebelumnya sekitar 3,6 juta ton, jadi 3,4 juta ton tahun ini. Jadi turun,” katanya saat ditemui Bisnis beberapa waktu lalu, dikutip Minggu (12/1/2025).
Putu menjelaskan bahwa penurunan kuota impor gula rafinasi ini didorong oleh menyusutnya kebutuhan konsumen terhadap produk-produk yang mengandung gula, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan.
Selain itu, dia mencatat bahwa industri mulai beradaptasi dengan perubahan tren konsumsi ini melalui reformulasi produk. Hal ini sejalan dengan peraturan pemerintah, seperti PP 28/2024 tentang Kesehatan yang mengatur mengenai GGL (gula, garam, lemak).
Dalam aturan tersebut, pemerintah juga mengharapkan masyarakat untuk secara aktif mengurangi konsumsi gula. Kendati demikian, pihaknya menilai alih-alih pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK), penggunaan Standar Nasional Indonesia (SNI) justru lebih efektif mengatur konsumsi gula.
Menurut Putu, kebijakan cukai pada produk-produk tertentu, terutama yang berkaitan dengan minuman manis, juga berpotensi memengaruhi industri. Cukai diberlakukan untuk produk dengan kandungan gula di atas batas tertentu.
“Kalau pendekatan industri, cukai ini memang industri asal kebijakannya itu bisa konsisten, terukur waktu ditentukan itu ada waktunya, itu enggak jadi isu,” ujarnya.
Namun, dia juga mengingatkan bahwa apabila kebijakan tidak jelas, bisa menimbulkan ketidakpastian, terutama bagi industri yang sangat sensitif terhadap perubahan harga.
“Tapi kalau kita dekati dengan SNI, itu ditetapkan sekian, udah enggak boleh di atas [standar kadar gula]. Kalau di atas itu sudah pidana, ini masih dalam pembahasan, masih cari titik tengahnya,” pungkasnya.