Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kondisi APBN Terkini per November 2024, dari Defisit hingga Subsidi BBM Cs

Berikut sejumlah poin penting kondisi terkini APBN Indonesia dalam Konferensi Pers APBN Kita pada Rabu (11/12/2024).
Annasa Rizki Kamalina,Surya Dua Artha Simanjuntak
Kamis, 12 Desember 2024 | 08:30
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beserta jajaran wakil menteri keuangan dan para eselon I Kementerian Keuangan dalam konferensi pers APBN KiTa, Jumat (8/11/2024). /Bisnis-Surya Dua Artha Simanjuntak
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beserta jajaran wakil menteri keuangan dan para eselon I Kementerian Keuangan dalam konferensi pers APBN KiTa, Jumat (8/11/2024). /Bisnis-Surya Dua Artha Simanjuntak

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menggelar konferensi pers mengenai kondisi APBN terkini pada Rabu (11/12/2024). Sejumlah aspek penting telah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama dengan para Wakil Menteri Keuangan.

Berikut sejumlah poin penting kondisi terkini APBN Indonesia dalam Konferensi Pers APBN Kita yang dirangkum Bisnis:

Defisit APBN Rp401,8 Triliun

Hingga akhir November 2024 defisit APBN tercatat senilai Rp401,8 triliun atau masih di bawah rencana tahun ini yang mencapai Rp522,8 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan bahwa kinerja defisit tersebut menjelaskan 1,81% terhadap produk domestik bruto (PDB), masih lebih rendah dari target 2,29%.

Di sisi lain, pemerintah telah merealisasikan pembiayaan APBN 2024 sebesar 76,8% dari rencana yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) APBN 2024. “Meskipun kita postur total defisit, keseimbangan primer masih surplus Rp47,1 triliun,” ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (11/12/2024).

Adapun defisit tersebut bersumber dari belanja yang mencapai Rp2.894,5 triliun atau 87% dari pagu. Angka tersebut naik cukup tajam sebesar 15,3% dari periode yang sama tahun lalu atau year on year/YoY.

Sementara pendapatan negara yang diperoleh sejumlah Rp2.492,7 triliun atau 89% dari target tahun ini. Meski demikian, realisasi pendapatan yang sebelumnya mencatatkan tren kontraksi, terpantau terjadi kenaikan 1,3% YoY pada November 2024.

Sri Mulyani menyampaikan kinerja penerimaan yang cukup berat karena pendapatan negara mendapatkan tekanan yang luar biasa besar hingga Juli-Agustus 2024.

“Pendapatan negara terutama dari pajak, bahkan bea cukai sejak tahun lalu tekanannya luar biasa. Untuk mendapatkan positif growth merupakan turn around yang kita harapkan terjaga momentumnya,” jelasnya.

Penerimaan Pajak Rp1.688,93 Triliun

Realisasi penerimaan pajak per November 2024 tercatat senilai Rp1.688,93 triliun atau 85% dari pagu.

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menyampaikan pencapaian tersebut masih on track atau sesuai dengan perkiraan pemerintah.

Pada sisa hari di Desember, Anggito menyampaikan akan ada upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak. Meski demikian, dirinya tidak menyebutkan secara perinci.

Adapun, total penerimaan pajak tersebut berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) Nonmigas yang senilai Rp885,77 triliun atau 83,3% dari target. Penerimaan negara yang bersumber dari PBB dan Pajak Lainnya hampir mencapai target, yakni 96,79% atau senilai Rp36,52 triliun.

Anggito menyampaikan bahwa kinerja positif secara bruto masing-masing sebesar 0,43% dan 2,65% karena peningkatan kinerja sektor pertambangan dalam beberapa bulan terakhir.

Kemudian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) mencapai Rp707,76 triliun yang mencakup 87,23% dari target APBN.

PPN dan PPnBM tumbuh secara bruto sebesar 8,17% disebabkan oleh membaiknya aktivitas ekonomi dalam negeri dan impor terutama pada sektor perdagangan dan industri minyak kelapa sawit.

Sementara penerimaan negara dari Pajak Penghasilan (PPh) Minyak dan Gas atau Migas yang telah mencakup 77,1% dari target atau Rp58,89 triliun, terkontraksi 8,03% dari periode yang sama tahun lalu.

“Ini yang masih di bawah pencapaian yang kita targetkan karena lifting kita yang di bawah asumsi APBN dan harga pada semester 1 dan hingga kuartal III/2024 di bawah perkiraan,” tuturnya.

Penarikan Utang Baru Rp483,6 Triliun

Pemerintah telah melakukan penarikan utang baru senilai Rp483,6 triliun per November 2024. Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono menjelaskan pembiayaan utang yang mencakup 74,6% dari APBN 2024 tersebut terdiri dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto senilai Rp437,2 triliun dan pinjaman neto mencapai Rp46,4 triliun.

Sementara pembiayaan nonutang—pembiayaan investasi hingga penggunaan SAL—terealisasikan senilai Rp54,8 triliun yang masih tetap dalam level terkendali dengan tetap difokuskan menjaga kesinambungan anggaran.

Dengan demikian, pembiayaan APBN hingga 30 November 2024 mencapai Rp428,8 triliun atau sekitar 82% dari APBN.

Pada 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merencanakan pembiayaan utang senilai Rp648,08 triliun yang terdiri dari penerbitan SBN sejumlah Rp666,45 triliun.

Sementara pinjaman luar negeri (bruto) senilai Rp67,75 triliun. Di mana pinjaman utamanya untuk kegiatan Pemerintah Pusat untuk kegiatan Kementerian/Lembaga (K/L) yang senilai Rp33,25 triliun.

Subsidi BBM, LPG 3 Kg, dan Listrik

Realisasi subsidi energi untuk BBM, LPG 3 kg, dan listrik mengalami kenaikan per November 2024. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan realisasi subsidi energi untuk BBM sebesar 15.105,6 ribu kiloliter hingga 30 November 2024. Angka tersebut meningkat 1,1% dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu (year on year/YoY).

Lalu, realisasi subsidi LPG 3 kg senilai 6.858,2 juta kilogram sampai dengan 30 November 2024. Angka tersebut naik 1,9% secara YoY. Terakhir, listrik bersubsidi sebanyak 41,5 juta pelanggan sampai dengan 30 November 2024. Angka tersebut juga naik 4,4% secara YoY.

Suahasil menyimpulkan bahwa alokasi dana dari APBN selama ini telah membantu daya beli masyarakat.

Subsidi energi itu sendiri berasal dari alokasi dana belanja non-kementerian/lembaga (K/L) pemerintah pusat. Total, belanja non-K/L sudah terealisasi hingga Rp1.048,9 triliun hingga 30 November 2024.

Selain digunakan untuk subsidi/kompensasi energi, realisasi belanja non-K/L dipengaruhi oleh pembayaran manfaat pensiun. Realisasinya sendiri baru mencapai 76,2% dari pagu APBN 2024.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper