Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OECD: Pemerintah Perlu Waspadai Risiko Investor Asing Kurang Minat Beli SBN

OECD mewaspadai adanya potensi melemahnya minat investor asing terhadap SBN di pasar primer.
Pegawai beraktivitas di kantor Kementerian Keuangan pada saat peluncuran sukuk tabungan seri ST005 di Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai beraktivitas di kantor Kementerian Keuangan pada saat peluncuran sukuk tabungan seri ST005 di Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) melihat pemerintah akan menghadapi tantangan di pasar keuangan Tanah Air utamanya terkait surat berharga negara atau SBN usai berakhirnya kebijakan berbagi beban atau burden sharing dengan Bank Indonesia.

Hal tersebut tercantum dalam Survei Ekonomi OECD Indonesia 2024 yang memuat temuan dan saran OECD serta langkah yang sudah diambil pemerintah sejauh ini.

OECD menyoroti sejak Maret 2021, Bank Indonesia (BI) telah menggantikan investor asing sebagai pemegang utama utang pemerintah. Diikuti oleh bank-bank di Indonesia juga telah meningkatkan kepemilikannya dari 4,8% PDB pada 2019 menjadi 6,7% PDB pada akhir 2023.

Demikian pula, dana pensiun dan perusahaan asuransi telah meningkatkan kepemilikan mereka karena mereka diwajibkan untuk menyimpan setidaknya 30% dari aset mereka dalam bentuk surat berharga pemerintah. 

Alhasil, kepemilikan asing terhadap SBN mengalami penurunan drastis sejak pandemi, baik secara absolut maupun persentase dari total utang pemerintah.

Pada kuartal I/2019 tercatat kepemilikan asing terhadap SBN mencapai 45,2%, sementara pada kuartal III/2024 turun ke level 17,9%.

OECD menilai berkurangnya kepemilikan asing atas surat utang pemerintah membuat Indonesia tidak terlalu rentan terhadap risiko rollover dari dinamika ekonomi global. Meski demikian, OECD mewaspadai adanya potensi melemahnya minat investor asing terhadap SBN di pasar primer.

“Namun, ketika BI mengurangi kepemilikannya dan menarik likuiditas, kapasitas pasar untuk menyerap utang tambahan mungkin akan diuji jika investor asing tidak kembali menjadi pembeli marjinal di pasar primer,” tulis OECD dalam laporan tersebut, dikutip Kamis (28/11/2024).

Sebelumnya, Bank Indonesia melaporkan per 19 November 2024, imbal hasil SBN tenor 2 tahun dan 10 tahun meningkat masing-masing menjadi 6,44% dan 6,86% sejalan kenaikan yield UST.

Sementara suku bunga Sekuritas Rupiah BI (SRBI) tercatat lebih tinggi dari SBN. Untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan tanggal 15 November 2024 tercatat masing-masing pada level 6,79%, 6,85%, dan 7,07%.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper