Bisnis.com, JAKARTA - Masalah deflasi di China semakin parah seiring dengan lemahnya indeks harga konsumen atau inflasi serta harga di tingkat pabrik pada periode September 2024.
Mengutip Bloomberg pada Senin (14/10/2024), data dari Biro Statistik Nasional (NBS) mencatat, indeks harga konsumen atau consumer price index (CPI) China tercatat naik ke level 0,4% apabila dibandingkan dengan September 2023. Catatan tersebut didukung oleh lonjakan harga sayuran segar.
Meski demikian, perolehan tersebut turun dari angka Agustus 2024 sebesar 0,6%. Inflasi China juga berada di bawah perkiraan 0,6% dari survei para ekonom Bloomberg.
Sementara itu, inflasi inti naik 0,1% pada September, atau terendah sejak Februari 2021. Sementara itu, inflasi produsen turun selama 24 bulan berturut-turut, yakni pada level 2,8% secara year on year (yoy), sedikit lebih besar dari penurunan 2,6% yang diperkirakan para ekonom.
Selanjutnya, inflasi pangan secara keseluruhan naik 3,3% pada September dibandingkan tahun lalu, sementara harga sayuran segar melonjak 22,9% setelah naik 21,8% pada bulan Agustus, meningkatkan inflasi sebesar 0,48 poin persentase.
Cuaca buruk dan permintaan musiman menjelang liburan selama seminggu di China kemungkinan besar akan mendorong kenaikan harga buah-buahan dan sayur-sayuran.
Baca Juga
Data-data tersebut menyoroti lemahnya permintaan domestik sebelum pemerintah mengeluarkan sejumlah langkah stimulus pada akhir September untuk menghidupkan kembali perekonomian.
China sedang menghadapi periode deflasi terpanjang sejak tahun 1990-an, dengan penurunan harga-harga perekonomian secara luas selama lima kuartal berturut-turut hingga bulan Juni – dan kemungkinan besar akan berlanjut hingga bulan September.
Adapun, bank sentral China, Peoples’ Bank of China, telah memangkas suku bunga dan meningkatkan dukungan untuk properti dan pasar saham sejak akhir September.
Pada Sabtu (12/10/2024) kemarin, Kementerian Keuangan menjanjikan lebih banyak bantuan untuk sektor properti yang sedang terpuruk dan pemerintah daerah yang berhutang budi.
Bruce Pang, Chief Economist for Greater China di Jones Lang LaSalle Inc mengatakan, inflasi secara keseluruhan masih jauh lebih rendah dibandingkan target kebijakan dan permintaan masih lemah.
“Dengan implementasi efektif dari kebijakan-kebijakan yang ada dan peluncuran langkah-langkah baru, diharapkan kepercayaan dan ekspektasi konsumen dan produsen akan meningkat secara efektif seiring dengan pulihnya permintaan pasar secara bertahap,” jelasnya.
Konsumsi yang lemah dan peningkatan produksi yang pesat telah menyebabkan perang harga yang intens di berbagai sektor, termasuk kendaraan listrik dan tenaga surya. Harga fasilitas transportasi termasuk mobil turun 5,3%, sementara produsen mobil mengalami penurunan harga jual 2,3%.
Jatuhnya harga adalah pertanda buruk bagi perekonomian. Deflasi dapat menimbulkan lingkaran setan dengan menurunkan pengeluaran dan investasi, yang pada gilirannya menyebabkan melemahnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya pengangguran.