Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Energi Nasional (DEN) mengungkap sejumlah operator teknologi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dari berbagai negara telah menunjukkan minat untuk membangun proyek di Indonesia.
Anggota DEN Abadi Poernomo mengatakan, merujuk pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), pengembangan PLTN akan dimulai dan diharapkan sudah ada pembangkit skala kecil yang dapat menjadi motor penggerak sumber energi tersebut.
"Banyak [investor], dari Rusia minat, Amerika, China juga banyak yang minat," kata Abadi kepada wartawan, Rabu (9/10/2024).
Dia pun menyebutkan, lokasi yang dinilai telah stabil dan potensial untuk pembangunan PLTN, yaitu Belitung dan Kalimantan. Saat ini, pemerintah masih melakukan kajian lokasi-lokasi potensial lainnya yang aman untuk pembangkit listrik tenaga nuklir.
Sebelumnya, Abadi juga menerangkan alasan pemerintah mulai membuka opsi untuk mengembangkan PLTN yakni lantaran terjadi perubahan-perubahan kondisi strategis yang memengaruhi kebutuhan energi kelistrikan yang disebut masuk dalam kelompok energi baru terbarukan.
Merujuk pada PP No 79/2014, DEN memperhitungan kembali kebutuhan pasokan listrik dari segi pertumbuhan ekonomi dan populasi. Dalam aturan lama, asumsi pertumbuhan populasi hanya 0,6% pada 2019, sementara kenyataannya mencapai 1,5%.
Baca Juga
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi ditargetkan tumbuh 7%-8%, kendati demikian saat ini masih dikisaran 5%. Hal ini yang membuat pemerintah memutar otak mencari alternatif produksi listrik untuk kebutuhan di masa mendatang.
"Dengan perhitungan semua resource yang ada untuk energi kita maksimalkan, kita butuh nuklir, tanpa nuklir kebutuhan energi di 2060 tidak bisa kita capai," ujarnya.
Dalam peta jalan PLTN, pemerintah merencanakan untuk membangun PLTN dengan skala kecil pada 2032 dengan kapasitas pembangkit dikisaran 2 x 250 megawatt (MW).
Menurut Abadi, pengembangan PLTN juga dapat sejalan dengan cita-cita Indonesia menuju Net Zero Emission pada 2050 yang tidak hanya mengembangkan energi baru terbarukan, tetapi juga energi bersih.
"Apakah kendaraan listrik clean energy? Belum karena kalau kita memakai kendaraan listrik, selama sumber energi dari batubara karena 80% pembangkit batu bara, maka EV akan menghasilkan 720 gr CO2 padahal konsumsinya kendaraan listrik cukup banyak," tuturnya.
Untuk itu, pemerintah mendorong energi bersih dari pembangkit di hulu. Dalam hal ini, hidrogen menjadi opsi bahan bakar paling bersih pengganti BBM, namun implementasinya dinilai masih lebih mahal ketimbang nuklir.
"Peta jalannya dari kendaraan listrik bermotor jarang untuk hidrogen, maka yang paling murah itu dari nuklir, hidrogen bisa terproduksi apabila ada listrik, listriknya dari hydrogen, bukan dari batu bara," pungkasnya.