Bisnis.com, JAKARTA - Serikat pekerja rokok menyebut gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) berisiko meluas ke industri tembakau menyusul adanya aturan baru dan kenaikan cukai.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP-RTMM), Sudarto mengatakan Industri Hasil Tembakau (IHT) selama ini menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia.
“Seharusnya, berbagai industri padat karya yang dapat membuka lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar harus dipertahankan dan dilindungi dengan kebijakan yang baik,” kata Sudarto dalam keterangannya, Selasa (17/9/2024).
Menurutnya, IHT kini sudah sangat tertekan oleh berbagai kebijakan dan regulasi, seperti kebijakan kenaikan cukai yang sangat tinggi, PP 28/2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).
Dia menuturkan dengan kondisi saat ini, penerimaan negara tidak tercapai dan rokok ilegal makin bertumbuh. Sementara, rokok legal tertekan aturan yang semakin ketat dan daya beli masyarakat turun.
Sudarto berpendapat rencana kenaikan cukai rokok pada 2025 berisiko meningkatkan jumlah pengangguran di Indonesia. Padahal, IHT merupakan sektor padat karya yang melibatkan jutaan pekerja di berbagai level, mulai dari petani tembakau, buruh pabrik, hingga pedagang kecil.
Baca Juga
“Kami memohon agar cukai rokok tidak naik pada 2025,” ujarnya.
Menurut Sudarto, setiap tahun IHT selalu berada dalam kondisi siaga akibat ancaman kenaikan cukai. Dampaknya terasa pada seluruh segmen IHT, mulai dari rokok mesin hingga sigaret kretek tangan.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan sebanyak 46.240 pekerja telah mengalami PHK selama periode Januari hingga Agustus 2024.