Bisnis.com, JAKARTA — PT Supreme Energy memperkirakan investasi untuk pengembangan lanjutan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Unit-2 Muara Laboh mencapai hampir US$500 juta atau sekitar Rp8,08 triliun (asumsi kurs Rp16.160 per dolar AS).
Saat ini, Supreme Energy tengah menantikan proses amendemen perjanjian jual beli listrik (PJBL) PLTP Unit-2 Muara Laboh bersama dengan PLTP Rajabasa.
“Yang penting dari Supreme, kami siap melakukan pengembangan setelah persetujuan menteri ESDM diberikan,” kata Presiden Direktur dan CEO Supreme Energy Nisriyanto saat dikonfirmasi, Senin (15/7/2024).
Adapun, negosiasi PJBL Unit 2 PLTP Muara Laboh, Solok Selatan, Sumatra Barat dilakukan satu paket dengan PLTP Rajabasa, Lampung. Perundingan PJBL pembangkit dengan kapasitas masing-masing 80 megawatt (MW) dan 110 MW itu diharapkan selesai dalam waktu dekat.
Kendati demikian, Nisriyanto menuturkan, negosiasi PJBL dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN berjalan panjang. Nisriyanto beralasan sejumlah hal menjadi pertimbangan dalam perundingan seperti harga serta struktur PJBL yang relatif kompleks.
“Memang struktur PJBL biasanya kompleks sehingga banyak hal yang harus diklarifikasi dan didiskusikan,” tutur Nisriyanto.
Baca Juga
Di sisi lain, Nisriyanto mengatakan, perseroan berkomitmen untuk segera mengembangkan dua blok panas bumi itu setelah mendapat persetujuan amandemen PJBL bersama dengan PLN.
“Untuk PLTP Muara Laboh, kita komitmen untuk segera dapat mengembangkan Unit-2 dan unit selanjutnya,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyampaikan surat rekomendasi untuk amandemen perjanjian jual beli listrik (PJBL) PLTP Unit-2 Muara Laboh dan PLTP Rajabasa.
Surat rekomendasi itu disampaikan ke Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk selanjutnya mendapat pengesahan dari Menteri ESDM Arifin Tasrif.
“PJBL itu menunggu Pak Menteri, sekarang kan sudah dikaji dari BPK sudah ada surat ke Ditjen Ketenagalistrikan,” kata Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi saat ditemui di Kompleks DPR, Jakarta, Selasa (25/6/2024).
Seperti diketahui, dua proyek PLTP itu merupakan garapan PT Supreme Energy bersama dengan konsorsium Jepang, Sumitomo Corporation dan Inpex Geothermal Ltd.
Nantinya, kata Eniya, dua proyek itu bakal mengikuti rezim dan metode tarif yang tertuang dalam skema harga patokan tertinggi (HPT) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik.
“Muara Laboh nanti dengan harga yang baru sesuai dengan ketentuan Perpres 112 Tahun 2020,” kata dia.