Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PGN (PGAS) Harap Stimulus untuk Jaga Kelangsungan Bisnis

PGN berharap adanya stimulus baru untuk menjaga kelangsungan bisnis midstream dan downstream hilir gas bumi perseroan.
Karyawan PT Saka Energi Indonesia (PGN Saka) selaku entitas anak perusahaan PT PGN Tbk, Subholding Gas Pertamina, berbincang di kawasan Onshore Processing Facility (OPF) Saka Indonesia Pangkah Limited (SIPL), Gresik, Jawa Timur/ Bisnis-David E. Issetiabudi
Karyawan PT Saka Energi Indonesia (PGN Saka) selaku entitas anak perusahaan PT PGN Tbk, Subholding Gas Pertamina, berbincang di kawasan Onshore Processing Facility (OPF) Saka Indonesia Pangkah Limited (SIPL), Gresik, Jawa Timur/ Bisnis-David E. Issetiabudi

Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) atau PGN berharap adanya stimulus baru untuk menjaga kelangsungan bisnis midstream dan downstream hilir gas bumi perseroan.

Direktur Komersial PGN Ratih Esti Prihatini mengatakan perseroan mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka menjaga keberlanjutan usaha dan daya saing industri lewat kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT). 

"PGN berharap dapat terus menjadi pemain sentral dalam optimalisasi pemanfaatan gas bumi. Mengingat infrastruktur masih sangat dibutuhkan berbagai daerah baik bagi pelaku usaha industri, UMKM serta rumah tangga yang belum mendapatkan,” kata Direktur Komersial PGN Ratih Esti Prihatini saat Customer Business Meeting bersama perwakilan dari asosiasi industri, dikutip lewat siaran pers, Jumat (12/7/2024). 

Ratih mengatakan PGN tetap berkomitmen dan support terhadap kebijakan pemerintah termasuk mendukung pelaksanaan penyaluran gas bumi kepada industri tertentu.

“PGN telah menyalurkan seluruh volume HGBT yang diterima dari pemasok kepada seluruh industri penerima HGBT sesuai alokasi HGBT masing-masing penerima yang telah ditetapkan pemerintah,” kata dia.

Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui rencana kewajiban pasok domestik atau DMO gas bumi sebesar 60% untuk kebutuhan industri manufaktur dan kelistrikan domestik. 

Selain itu, harga wajib pasok gas domestik itu juga nantinya bakal dibarengi dengan ketetapan harga kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang lebih rigid, mulai dari sisi kepala sumur (wellhead) sampai dengan di titik serah (plant gate) dengan industri pengguna.  

Aturan itu tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Gas Bumi untuk Kebutuhan dalam Negeri. Rancangan aturan itu didorong Kementerian Perindustrian sejak 2 tahun terakhir.  

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menuturkan, rancangan beleid setingkat peraturan pemerintah itu telah disetujui Jokowi dalam rapat terbatas terkait dengan HGBT di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7/2024) kemarin. 

“Berita baik bagi kita semua, Bapak Presiden dalam ratas kemarin menyetujui pembentukan RPP Gas Bumi untuk kebutuhan domestik,” kata Agus dalam acara peluncuran PP No.20 Tahun 2024 Tentang Perwilayahan Industri, Selasa (9/7/2024). 

Menurut Agus, selama ini kewajiban pasok atau ketersediaan gas untuk industri manufaktur tidak diatur secara tegas.  Konsekuensinya, pasokan gas untuk industri dari lapangan kelolaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tidak berkelanjutan dan belakangan harga gas justru naik hampir dua kali lipat dari amanat HGBT di level awal US$6 per MMBtu.  

“Kalau kita lihat sekarang dalam neraca dari total produksi gas nasional, sekarang yang diperuntukkan atau yang dialokasikan untuk manufaktur dan termasuk pupuk baru 40%, ini terjadi secara alamiah seperti itu belum ada regulasi,” kata Agus. 

Di sisi lain, dia menambahkan, pemerintah turut membuka opsi impor gas untuk memenuhi keperluan industri manufaktur domestik. Dia menegaskan, nantinya beleid itu bakal membuka lebar kompetisi harga antara gas produksi di dalam negeri dengan harga impor.   

Sementara itu, SKK Migas mencatat adanya pertumbuhan realisasi lifting gas bumi untuk keperluan domestik pada periode Januai-Mei 2024 sebesar 3.719 billion british thermal unit per day (BBtud) atau mengambil porsi 70% dari total produksi nasional. 

Realisasi itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya di level 3.718 BBtud atau 68% dari total produksi nasional. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Thomas Mola
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper