Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Singapura telah menyita dana senilai S$6 miliar atau sekitar Rp72,72 triliun dari tindak kriminal pencucian uang dan tindak pidana lain selama sejak Januari 2019 hingga Juni 2024. Sebanyak 50% dari aset ilegal tersebut disita pada 2023.
Melansir Bloomberg, Rabu (26/6/2024), menurut laporan yang dirilis pemerintah Singapura, dari jumlah yang disita tersebut, sekitar S$416 juta telah dikembalikan kepada para korban, sementara S$1 miliar disita untuk negara.
Laporan tersebut mencatat kasus pencucian uang senilai S$3 miliar tahun lalu dan sekitar S$944 juta telah dirampas untuk negara.
Pemerintah Singapura telah mengamati bahwa kegiatan pencucian uang semakin canggih, melibatkan pergerakan cepat sejumlah besar dana ilegal, dan memengaruhi banyak korban lintas batas.
"Bahkan tindakan pencegahan dan pemulihan aset yang paling kuat sekalipun dapat dielakkan oleh penjahat yang gigih dan kreatif," kata laporan tersebut.
Laporan ini juga menyatakan bahwa Singapura akan terus meningkatkan peraturannya untuk mencegah kejahatan semacam itu.
Baca Juga
Selain itu, pemerintah menguraikan kerangka kerja hukum untuk mendeteksi kejahatan, termasuk RUU anti pencucian uang yang diperkirakan akan disahkan tahun ini. Pemerintah juga menetapkan pendekatan negara untuk memulihkan aset ilegal.
Di antara langkah-langkah yang sedang berlangsung untuk mengatasi risiko pencucian uang, Singapura telah meminta lebih banyak informasi dari kantor keluarga dan lembaga lindung nilai atau hedge fund sambil meningkatkan penutupan perusahaan-perusahaan yang tidak aktif.
Bank-bank di Singapura juga meningkatkan pengawasan terhadap nasabah-nasabah kaya dan klien-klien potensial mereka untuk menghindari paparan terhadap aliran-aliran terlarang, demikian menurut sumber yang orang-orang yang mengetahui hal ini kepada Bloomberg.