Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja ekspor Jepang berada dalam laju paling tinggi sejak akhir 2022 seiring dengan pelemahan nilai tukar yen terhadap dolar AS. Hal ini dinilai sebagai salah satu perkembangan positif bagi industri manufaktur Negeri Sakura itu.
Dilansir Bloomberg pada Rabu (19/6/2024), dari data yang dirilis oleh Kementerian Keuangan, ekspor Jepang meningkat 13,5% secara tahunan pada Mei 2024, menandai kenaikan enam bulan berturut-turut. Angka pertumbuhan ini melampaui consensus ekonom yang memperkirakan berada pada level 12,7% dan merupakan angka terbesar sejak November 2022.
Kinerja impor juga meningkat sebesar 9,5% YoY, sejalan dengan perkirakan. Dari sini, defisit perdagangan Jepang naik dari 466 miliar yen pada April 2024 menjadi 1,22 triliun yen pada Mei 2024.
Pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi ketimbang perkiraan itu juga didorong oleh pelemahan yen. Mata uang Jepang ini diperdagangkan rerata pada level 155.48 terhadap dolar AS sepanjang Mei 2024, melemah 14,9% YoY.
"Pelemahan nilai tukar yen ini menjadi hal yang positif bagi eksportir. Namun, di sisi lain, tentunya menekan para importir karena harus membayar lebih ke negara lain, yang juga meningkatkan biaya untuk perusahaan," ujar Ekonom Mizuho Securities Co. Ryotaro Tsuchiya.
Pelemahan yen juga berdampak pada kenaikan laba pabrikan Jepang sebesar 23% pada kuartal pertama 2024. Pada saat yang sama, ada kekhawatiran yang berkembang di kalangan importir tentang kenaikan inflasi akibat dorongan biaya.
Baca Juga
Lebih dari 60% perusahaan Jepang yang disurvei mengatakan yen yang lemah akan merugikan laba mereka, menurut laporan oleh Teikoku Databank pada bulan Mei.
Pertumbuhan ekspor terjadi di tengah sinyal beragam dari pasar utama. Data pada Selasa menunjukkan bahwa penjualan ritel AS hampir tidak mengalami kenaikan pada Mei 2024, sementara bulan-bulan sebelumnya direvisi lebih rendah.
Pada saat yang sama, produksi industri melonjak karena kenaikan barang-barang konsumen. Sementara itu, pertumbuhan penjualan ritel China mengalahkan konsensus pada bulan Mei bahkan ketika kontraksi sektor properti semakin dalam dan konsumsi rumah tangga di kawasan Eropa diperkirakan sedikit meningkat tahun ini.
Berdasarkan wilayah, ekspor Jepang ke AS melonjak sebesar 23,9%, sementara ekspor ke China meningkat 17,8% dan pengiriman ke kawasan Eropa turun 10,1%.
Ekspor mobil tercatat naik 13,6% karena produsen mobil termasuk Daihatsu Motor Co. melanjutkan operasi setelah menghentikan sementara produksi menyusul skandal sertifikasi keselamatan.
Tidak jelas apakah momentum itu akan berlanjut hingga beberapa bulan mendatang, karena skandal tersebut telah menyebar. Jepang baru-baru ini menangguhkan pengiriman dan penjualan enam kendaraan, termasuk tiga yang diproduksi oleh Toyota Motor Corp., setelah penyelidikan pemerintah menemukan data keselamatan yang dipalsukan atau dimanipulasi.