Bisnis.com, JAKARTA - Emiten farmasi grup BUMN, PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) mengungkap nasib karyawan yang berpotensi tedampak dalam rencana efisiensi atau pengurangan lima pabrik obat akibat kerugian yang membengkak sepanjang 2023.
Direktur Utama Kimia Farma David Utama mengatakan, efisiensi pabrik obat yang dilakukan dari semula 10 pabrik menjadi lima pabrik ini merupakan langkah rasionalitas yang mesti dilakukan perusahaan. Adapun, perseroan akan meninjau kembali dampak yang akan terjadi pada karyawan.
"Akan kita jalankan sesuai peraturan kalau ada dampaknya, kira-kira gitu ya pasti kita jalankan dengan adil sesuai aturan yang ada," kata David saat ditemui di Komplek DPR RI, Rabu (19/6/2024).
David menegaskan, perampingan operasional pabrik obat milik KAEF mesti dilakukan untuk mengoptimalisasi dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan saat ini.
Di sisi lain, dia memastikan bahwa proses pengurangan fasilitas manufaktur tersebut tidak akan selesai dalam waktu singkat. Setidaknya, KAEF akan melakukannya secara bertahap dalam 3-5 tahun ke depan.
"Nggak mungkin [tahun ini], karena tadi kalau rasionalisasi pabrik obat pengurusan izinnya aja bisa 2 tahun, ini akan berjalan dan nggak mungkin tahun ini selesai," ujarnya.
Baca Juga
Untuk diketahui, KAEF membukukan rugi bersih sebesar Rp1,48 triliun pada 2023. Dalam laporan keuangan per 2023, perusahaan pelat merah ini mencatat beban pokok penjualan senilai Rp6,86 triliun, naik 25,83% dari tahun 2022 yang sebesar Rp5,45 triliun.
Dari sisi beban usaha tahun 2023 meningkat hingga 35,53% year-on-year (yoy) menjadi Rp4,66 triliun dibandingkan dengan tahun 2022 sebesar Rp3,44 triliun. Kenaikan beban usaha terjadi secara dominan pada anak usaha, yaitu PT Kimia Farma Apotek (KFA), di mana kondisi ini tidak terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Beban keuangan tahun 2023 naik 18,49% yoy menjadi Rp622,82 miliar seiring dengan kebutuhan modal kerja perusahaan dan adanya kenaikan suku bunga. David mengatakan, ke depannya, perseroan akan menjalankan restrukturisasi keuangan guna meringankan beban keuangan.
"Salah satu penyebab inefisiensi operasional karena kapasitas 10 pabrik yang dimiliki tidak sejalan dengan pemenuhan kebutuhan bisnis perseroan. Sebagai langkah untuk meningkatkan efisiensi, perseroan merencanakan akan melakukan optimalisasi fasilitas produksi melalui penataan 10 pabrik menjadi lima pabrik," pungkas David.