Bisnis.com, BOGOR – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan di tengah usaha untuk melakukan pensiun dini atau phase down Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara, nyatanya Indonesia masih ketergantungan oleh komoditas tersebut.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Boby Wahyu Hernawan menyampaikan suntik mati PLTU bukanlah hal yang mudah karena ketergantungan tersebut.
“Salah satu sumber energi Indonesia itu batu bara, tidak bisa dipungkuri dan kurang lebih 60% dari sumber energi nasional,” ujarnya dalam Media Gathering, dikutip Kamis (30/5/2024).
Komoditas ekspor unggulan Indonesia tersebut juga memiliki harga yang cukup murah untuk operasional industri.
Di sisi lain, Boby menekankan bahwa sumber daya alam yang melimpah di Tanah Air ini menjadi salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Tetapi inilah pertumbuhan ekonomi Indonesia salah satunya dari sumber energi yang cukup murah,” lanjutnya.
Baca Juga
Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), batu bara menjadi satu dari tiga komoditas ekspor unggulan dengan nilai transaksi terbesar.
Per April 2024, ekspor batu bara Indonesia mencapai US$2,61 miliar dengan volume sebesar 34,28 juta ton. Kinerja ekspor komoditas ini menyumbangkan 14,27% terhadap total ekspor. Sejalan dengan itu juga, pertambangan menjadi lima teratas sektor yang menyumbang pertumbuhan ekonomi tertinggi.
Lebih lanjut, Boby menyampaikan Indonesia memliki cita-cita untuk menjadi negara maju pada 2045. Di mana Indonesia perlu untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dengan sumber-sumber yang ada, salah satunya batu bara.
Sejalan dengan hal tersebut, Indonesia tetap berkomitmen untuk melakukan agenda perubahan iklim dengan transisi energi.
“Tidak bisa serta merta langsung diterapkan, makanya kita mulai pilot project [suntik mati PLTU],” tuturnya.
Dalam menjalankan hal tersebut pun, pemerintah perlu mempertimbangkan energy trilemma.
Boby mengakui pemerintah terus memperhatikan energy security, yakni pengamanan ketersediaan energi di dalam negeri apabila sumber daya alam tersebut habis.
Kemudian affordability atau menyediakan barang yang murah karena menjadi kebutuhan publik. Selain itu, juga sustainability atau berkelanjutan dengan pengurangan emisi.
Meski demikian, Boby menekanan emisi Indonesia masih dalam posisi yang lebih rendah dari negara-negara G20. Pada 2022 tercatat berada di angka menjadi 2,6 ton CO2e, lebih rendah dari rata-rata dunia dan terendah ketiga di antara negara-negara G20.