Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang dolar AS tampak melemah menyusul dengan sedikit peningkatan dalam selera risiko. Namun, sejauh ini, mata uang tersebut tetap bertahan dalam kisaran yang ketat dengan mata uang lainnya.
Pelemahan ini terjadi menjelang data inflasi penting dari Negeri Paman Sam, yang akan menjadi paduan bagi pasar mengenai prospek suku bunga global.
Adapun, pergerakan mata uang sebagian besar tenang pada jam-jam awal di Asia, setelah sesi malam yang sepi karena hari libur di Inggris dan Amerika Serikat (AS). Namun, keseluruhan suasana positif dengan adanya penguatan saham dunia.
Euro menguat pada US$1,0860 walaupun adanya komentar dovish dari pengambil kebijakan Bank Sentral Eropa (ECB) pada Senin (27/5/2024). Data juga menunjukan bahwa semangat bisnis Jerman mengalami stagnasi pada Mei 2024.
Data inflasi Jerman yang akan dirilis Rabu (29/5) dan pembacaan untuk blok zona euro pada Jumat (31/5) juga akan diawasi untuk mengonfirmasi penurunan suku bunga bank sentral Eropa (ECB) yang diperkirakan akan dilakukan minggu depan.
“ECB sedang mempersiapkan diri untuk melakukan penurunan suku bunga pada minggu depan, namun hal yang lebih penting adalah apa yang akan terjadi lebih dari itu, dan kurangnya panduan dari para pembicara ECB menunjukkan hal tersebut,” jelas ahli strategi valuta asing senior di National Australia Bank (NAB), Rodrigo Catril, seperti dikutip dari Reuters pada Selasa (28/5).
Baca Juga
Sementara itu, poundsterling terpantau bertahan di dekat level tertinggi dalam dua bulan dan terakhir berada di level 1,2774. Adapun dolar Selandia Baru naik tipis hampir 0,1% ke puncak pada level 0,6155, yakni level terkuat sejak pertengahan Maret.
Nilai tukar rupiah juga dibuka melemah ke posisi Rp16.072 per dolar AS pada perdagangan Selasa hari ini (28/5) lantaran pasar yang berfokus pada data inflasi yang akan dirilis pada minggu ini.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Tanah Air dibuka dengan penurunan sebesar -0,01% atau 1 poin ke posisi Rp16.072. Adapun, pada pukul 11.43 WIB, rupiah terpantau melemah sebesar -0,14%.
Pada waktu yang sama, won terpantau menguat 0,51%, dolar Taiwan menguat 0,53%, dan yen menguat 0,13% terhadap dolar. Sedangkan, yuan mencatatkan pelemahan sebesar -0,02%.
Adapun, prospek suku bunga AS telah menjadi pendorong dominan dalam pergerakan mata uang selama beberapa tahun terakhir. Data terbaru dari Negeri Paman Sam juga telah berubah drastis, sehingga mengurangi kepercayaan para pengambil kebijakan terhadap kecepatan dan skala penurunan suku bunga, yang diharapkan pada 2024.
Laporan data indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) inti AS juga akan dirilis pada Jumat (31/1). Data PCE inti menjadi patokan ukuran inflasi yang disukai The Fed, yang akan menjadi fokus utama pasar.