Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) menyambut baik percepatan pembayaran dana kompensasi bahan bakar minyak (BBM) atas kekurangan penerimaan akibat penetapan harga jual eceran periode 2023 sebesar Rp43,52 triliun atau Rp39,20 triliun (tidak termasuk pajak).
Besaran nilai kompensasi selisih harga jual formula dan harga jual eceran di SPBU atas kegiatan penyaluran JBT Minyak Solar dan JBKP Pertalite tersebut nilainya telah direviu oleh Inspektorat Kementerian Keuangan RI (Itjen Kemenkeu) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan Kementerian Keuangan telah menuntaskan pembayaran kompensasi BBM 2023. Dana kompensasi sudah masuk kas perseroan dan ini merupakan wujud dukungan penuh Pemerintah kepada Pertamina.
"Untuk menjaga keberlangsungan layanan operasional BBM bersubsidi serta mendukung working capital dan juga memperbaiki rasio-rasio keuangan perusahaan." kata Nicke lewat siaran pers, Jumat (24/5/2024).
Nicke mengapresiasi dukungan pemerintah dalam menjaga keberlangsungan pendistribusian BBM, termasuk menjalankan program BBM Satu Harga.
Dia menilai positif upaya pemerintah melindungi daya beli masyarakat dengan menyediakan BBM Bersubsidi, yaitu JBT Solar dan JBKP Pertalite.
Baca Juga
“Kami mengimbau masyarakat untuk mengonsumsi BBM bersubsidi secara bijak dan mulai mengonsumsi BBM yang lebih ramah lingkungan sebagai salah satu bentuk dukungan masyarakat kepada Pemerintah,” kata dia.
Apalagi, kata dia, situasi geopolik belakangan kembali tidak menentu dan tekanan terhadap mata uang rupiah seperti saat ini.
Pertamina, dia menambahkan, terus berupaya agar BBM bersubsidi secara optimal dikonsumsi oleh yang berhak.
Upaya-upaya tersebut antara lain, pertama, Pertamina menggunakan teknologi informasi untuk memantau pembelian BBM Bersubsidi di SPBU-SPBU secara real time untuk memastikan konsumen yang membeli adalah masyarakat yang berhak.
Pertamina mengembangkan alert system yang mengirimkan exception signal dan dimonitor langsung dari command center Pertamina.
Melalui sistem ini, data transaksi tidak wajar seperti pengisian di atas 200 liter Solar untuk satu kendaraan bermotor atau pengisian BBM PSO kepada kendaraan yang tidak mendaftarkan nomor polisi (nopol) kendaraannya akan termonitor langsung oleh Pertamina.
Sejak implementasi exception signal ini pada tanggal 1 Agustus 2022 hingga Triwulan I 2024, Pertamina telah berhasil mengurangi risiko penyalahgunaan BBM bersubsidi senilai US$ 281 juta atau sekitar Rp 4,4 trilliun.
Kedua, program penguatan sarana dan fasilitas digitalisasi di SPBU. Pertamina berkomitmen melakukan digitalisasi di seluruh SPBU Pertamina yang mencapai lebih dari 8000 SPBU, termasuk SPBU yang berada di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar).
Dan hasilnya, hingga saat ini 82% SPBU telah terkoneksi secara nasional. Semakin banyak SPBU yang terkoneksi dengan sistem digitalisasi Pertamina, akan semakin memudahkan monitoring dan pengawasan atas penyaluran BBM bersubsidi.
Ketiga, Pertamina terus meningkatkan kerja sama dengan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk meningkatkan pengawasan dan penindakan kegiatan penyalahgunaan BBM Bersubsidi yang tidak sesuai peruntukannya.
Keempat, Pertamina mendorong masyarakat ikut dalam Program Subsidi Tepat secara daring guna mengidentifikasi konsumen yang berhak dan memonitor konsumsi atas JBT Solar dan JBKP Pertalite.
Selama tahun 2023 Pertamina berhasil melakukan pengendalian penyaluran JBT Solar dan JBKP Pertalite sehingga realisasi penyaluran berada di bawah kuota yang ditetapkan Pemerintah. Realisasi penyaluran selama 2023 untuk JBT Minyak Solar sebesar 17,4 Juta kiloliter (KL) dan JBKP Pertalite adalah 30,0 Juta KL.