Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah untuk meninjau ulang larangan dan pembatasan penjualan produk turunan tembakau, termasuk rokok.
Aturan larangan tersebut tertuang dalam turunan UU No 17/2023 tentang Kesehatan. Saat ini, omnibus law kesehatan itu tengah disiapkan aturan turunan berupa peraturan pemertintah terkait Pengamanan zat adiktif.
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan pasal yang menurutnya bisa menimbulkan persoalan pelik dalam hal pelaksanaan, yakni adanya larangan penjualan dalam radius 200 meter di fasilitas pendidikan.
"Gampang sekali (aturan ini) dipelintir di lapangan. Akhirnya praktik di lapangan akan terjadi tahu sama tahu atau kompromi. Ini kan yang kita tidak inginkan," kata Roy, dikutip Kamis (23/5/2024).
Menurut Roy, aturan tersebut merupakan pasal karet yang bisa menimbulkan salah tafsir. Hal ini juga dapat berdampak besar karena menyangkut kesejahteraan ekonomi serta tenaga kerja yang berkecimpung di IHT.
"Nanti cost ekonomi kita jadi besar karena ada pasal karet yang dalam pelaksanaannya dimanfaatkan oknum," imbuhnya.
Baca Juga
Roy menuturkan, pemerintah semestinya lebih menggencarkan sosialisasi untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait konsumsi tembakau, dan bukan hanya meningkatkan intensitas pembatasan serta pelarangan yang berpotensi mengganggu laju ekonomi.
Secara keseluruhan, pihaknya mengapresiasi adanya UU yang mengatur soal konsumsi tembakau dari sisi kesehatan. Namun, rencana penerbitan aturan ini menuai pertentangan dari banyak pihak.
Beberapa pasal tembakau dalam RPP Kesehatan yang menjadi perhatian pelaku IHT, antara lain yakni pasal terkait batasan TAR dan nikotin, potensi pelarangan bahan tambahan, pasalterkait jumlah stik dalam kemasan, larangan menjual rokok eceran, aturan mengenai jam malam penayangan iklan di televisi, serta pelarangan promosi di media sosial.