Bisnis.com, JAKARTA - Kontribusi konsumsi terhadap PDB Indonesia mencapai 54,9% pada kuartal I/2024, menunjukkan ketergantungan pertumbuhan ekonomi pada konsumsi masyarakat. Menariknya, aktivitas judi online dapat memengaruhi daya beli ekonomi dan pergerakan mata uang rupiah
Chief Economist of BCA Group David Sumual menyebut merujuk data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), total perputaran uang dari judi daring atau online saat ini mencapai Rp370 triliun atau sekitar US$30 miliar.
“Saya pikir ini suatu masalah yang besar bagi ekonomi kita. Karena, banyak operator [judi] itu di luar negeri. Beda dengan SDSB [Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah era Soeharto],” ujarnya dalam Webinar Next Government Policy & Global Tension, Rabu (15/5/2024)
Pada masa itu, kata David, dana dari undian Porkas atau SDSB dikelola oleh Departemen Sosial, sehingga secara otomatis dananya digunakan dalam negeri.
Namun, kondisi berbeda terjadi pada operator judi daring saat ini yang sebagian besar beroperasi di luar negeri. Bahkan, beberapa negara di Asean seperti Myanmar, Laos, dan Kamboja pun telah melegalkan aktivitas judi ini.
“Jadi banyak investor [yang berinvestasi] lewat sana, bisa jadi orang Indonesia berinvestasi di sana juga. Kemudian, banyak juga orang Indonesia yang bekerja di sana untuk mencari customer,” ucapnya.
Baca Juga
Dia menyoroti aktivitas judol cenderung mengincar anak muda dan masyarakat berpenghasilan rendah, yang berpotensi mengakibatkan penurunan daya beli. Hal ini dapat menjadi penyebab potensial bagi penurunan kinerja penjualan produk .
“Jadi mungkin itu alasan kenapa produk-produk jualan pas Lebaran enggak kenceng ya [karena dananya dialihkan ke judol],” ucapnya.
Di sisi lain, penurunan daya beli disebabkan karena kelompok masyarakat menengah ke atas yang menerima THR, tidak semuanya dibelanjakan dan justru diinvestasikan ke produk seperti emas digital, obligasi hingga saham.
“Tapi, saya khawatir bisa juga masuk ke judi online. Selama dana [judol] berputar di dalam negeri ya enggak masalah. Akan tetapi kalau duit [judol] ini ditarik ke luar misal Rp20 triliun dari Rp370 triliun, karena mereka [investor] mau cuan, ya itu akan mempengaruhi rupiah, devisa ini keluar,” jelasnya.
Meski demikian, dia menyebut kekhawatirannya mampu terbendung kala regulator yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah melakukan pembekuan rekening terkait judi online.
Sebagaimana diketahui, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan OJK langsung menindak tegas rekening perbankan yang terkait dengan judi online setelah mendapatkan data pasti.
"OJK telah menindak 5.000 rekening terkait judi online," ujarnya dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK pada Senin (13/5/2024).
Adapun, data 5.000 rekening bank itu didapat OJK setelah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Sebelumnya, Dian juga menjelaskan bahwa OJK mendorong bank melaporkan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk meneliti lebih lanjut soal status rekening. Hal ini agar bisa dipastikan langkah apa yang harus dilakukan.
Dalam upaya pemblokiran rekening judi online itu, OJK sendiri telah memiliki regulasi yang kuat. Mengacu kepada pasal 36A ayat (1) huruf c, angka 33 dalam Pasal 14 dan Pasal 52 ayat (4) huruf c angka 42 dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan, OJK berwenang memerintahkan Bank untuk melakukan pemblokiran rekening tertentu.