Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah untuk tak terburu-buru melebarkan target defisit fiskal dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada 2025.
Apalagi, bila pelonggaran defisit fiskal tersebut untuk mendanai program-program yang sifatnya konsumtif atau tidak memiliki korelasi yang erat dengan peningkatan produktivitas ekonomi jangka pendek-menengah atau peningkatan resiliensi fundamental ekonomi nasional.
Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menyampaikan bahwa defisit fiskal sebetulnya bukan hal yang tabu apalagi untuk negara berkembang. Kendati begitu, dia meminta pemerintah untuk membuktikan bahwa pengeluaran tersebut dapat dipertanggungjawabkan, baik dalam bentuk pengeluaran APBN yang transparan, akuntabel, dan efisien. Ini juga harus dibuktikan dengan penciptaan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
“Kalau aspek-aspek ini tidak bisa dipertanggungjawabkan dengan baik, pelebaran defisit anggaran sebaiknya tidak dilakukan,” kata Shinta kepada Bisnis, Selasa (7/5/2024).
Menurutnya, akan lebih baik jika pemerintah berfokus pada reformasi struktural perbaikan iklim usaha atau investasi dan upaya-upaya perbaikan tax ratio sebelum terburu-buru melebarkan defisit anggaran.
Untuk diketahui, IMF dan OECD memperkirakan defisit anggaran tahun depan akan lebih longgar dan akomodatif. Defisit fiskal diprediksi 2,7% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Baca Juga
Hal tersebut disebabkan adanya program-program bantuan sosial (bansos) seperti makan siang gratis hingga pengeluaran yang muncul akibat pembentukan badan-badan baru seperti Badan Penerimaan Negara dan badan yang mengurus makan siang gratis.
Adapun, dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025, defisit APBN 2025 dipatok 2,4%-2,8% terhadap PDB. Hal ini lantaran pemerintah sudah mengantisipasi pengeluaran yang lebih besar. Defisit itu lebih lebar dari APBN 2023 yang hanya 1,6% terhadap PDB.