Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia, dengan total populasi 270 juta jiwa penduduk menjadikannya sebagai negara berpenduduk terbesar keempat dunia. Penyediaan pangan yang terjangkau oleh daya beli seluruh masyarakat menjadi salah satu program prioritas pemerintah. Namun, invasi Rusia atas Ukraina yang dimulai pada 24 Februari 2022, menyebabkan program tersebut menjadi tidak mudah untuk dijalankan.
Secara global, Ukraina telah diandalkan sebagai lumbung pangan utama bagi dunia. Perang telah membuat produksi terhambat, dan Rusia mengancam kapal-kapal pengangkut komoditas pangan ekspor dari negara tersebut. Pada September tahun lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa perang di Ukraina telah menyebabkan keterbatasan pasokan gandum di pasar global.
Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif Indonesia's Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) mengatakan bahwa Ukraina adalah salah satu produsen gandum terbesar di daratan Euro-Asia. “Sehingga jika produksi dan ekspor terganggu karena perang Ukraina-Rusia, hal ini akan berdampak bagi pasar gandum dunia.
Hal ini akan bisa mempengaruhi ketahanan pangan Indonesia dengan pertimbangan bahwa impor gandum kita cukup besar setiap tahunnya.
Peneliti pertanian dan ketahanan pangan dari The Center for Indonesian Policy Studies Azizah Fauzi, mengatakan bahwa secara rata-rata harga tepung gandum di Indonesia meningkat lebih dari 18% sejak invasi Rusia atas Ukraina.
Fauzi mengatakan, invasi Rusia atas Ukraina dan konflik geopolitik global lainnya dapat dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat mengancam pencapaian target ketahanan pangan.
Dampak serangan Rusia terhadap Ukraina terhadap harga gandum terjadi bersamaan dengan terjadinya gejolak pasar – yang antara lain disebabkan oleh kekhawatiran akan dampak El Nino – yang telah menaikkan harga beras.
Pada tahun lalu, pemerintah terpaksa memperkenalkan program bantuan sosial senilai US$521,51 juta untuk menyediakan lebih banyak beras bagi 21 juta rumah tangga berpendapatan rendah untuk selama 3 bulan, mulai September hingga November. Program tersebut akan diperpanjang dan diperluas pada 2024.
Asia Tenggara berupaya keras mengatasi dampak variasi iklim dan rantai pasok regional terhadap harga beras. Menghadapi ketidakpastian pasokan gandum akibat perang Rusia terhadap Ukraina merupakan masalah tambahan yang tidak diinginkan.
Ukraina kini pun telah membangun koridor maritim untuk mengekspor produk pertaniannya dari pelabuhan Laut Hitam, dan menentang upaya Rusia yang ingin mencegah negara tersebut mengekspor komoditasnya. Hal tersebut sukses hingga akhir Januari 2024, sebanyak 19 juta ton dikirim ke pasar ekspor, termasuk 13,4 juta ton hasil pertanian.
Perkembangan ini disambut baik, terutama oleh Indonesia yang telah menerima lebih dari setengah juta ton gandum dari Ukraina melalui koridor ini. Meskipun letaknya ribuan kilometer jauhnya dari konflik Ukraina, Indonesia sangat bergantung pada impor gandum untuk memenuhi kebutuhan roti dan mie dalam negeri, seiring dengan stabilnya harga minyak, untuk menjaga biaya produksi pupuk tetap rendah.
Perang Rusia-Ukraina menimbulkan ancaman besar terhadap dua aspek penting yaitu stabilitas impor gandum untuk produksi roti dan mie, serta tetap rendahnya biaya produksi pupuk melalui stabilnya harga minyak. Hal ini menunjukkan dampak besar konflik terhadap ketahanan pangan dan perekonomian Indonesia. Inisiatif Ukraina untuk membuka koridor maritim merupakan kontribusi penting dalam menjaga stabilitas pasokan pangan global, termasuk bagi negara-negara seperti Indonesia.
Konten ini dibuat oleh Bisnis Indonesia dan disponsori oleh FCDO.