Bisnis.com, PADANG - Potensi cuan yang dinikmati para eksportir saat dolar AS melonjak terhadap rupiah tak serta merta memberikan dampak ekonomi secara signifikan.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatra Barat Endang Kurnia Saputra mengatakan dampak menguatnya nilai dolar AS sejak beberapa hari ini tidak hanya dirasakan mata uang di Indonesia saja, tapi turut dirasakan oleh mata uang secara global.
"Kondisi menguatnya nilai dolar AS seperti terhadap rupiah memang di satu sisi menguntungkan eksportir. Tapi hal itu tidak mendorong pertumbuhan ekonomi secara siginifikan, andilnya sangat kecil," katanya, Jumat (19/4/2024).
Adang menyebutkan alasan momen menguatnya dolar AS ini bukanlah sebuah kondisi yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, karena menguatnya nilai dolar AS ini tidaklah suatu situasi yang berlangsung lama.
"Menguatnya dolar AS terhadap rupiah bisa dikatakan sebuah kondisi sudah biasa terjadi. Namun secara nilai, memang terbilang tinggi yakni Rp16.260 per dolar AS (hingga pukul 15.00 WIB)," ujarnya.
Menurutnya penyebab melemahnya rupiah terhadap nilai dolar AS ini, karena eskalasi di Timur Tengah, dampaknya dirasakan secara global.
Baca Juga
Adang menyatakan di sisi lain bila dilihat pada kondisi importir, mungkin ada anggapan importir akan lebih buruk dari eksportir, karena ada potensi meruginya.
Namun dalam kondisi menguatnya nilai dolar AS ini, kondisi importir tidak lah demikian, karena importir sudah melakukan hedging atau dikenal dengan lindungi nilai. Artinya sudah ada langkah aman importir dalam kondisi melemahnya rupiah.
Untuk itu, momen menguatnya nilai dolar AS terhadap mata uang Indonesia, tidak memberikan peran besar terhadap pertumbuhan ekonomi, sepertinya bagi ekonomi di Sumbar.
"Hanya sekian persen, andilnya kecil sekali," tegasnya.
Adang berharap, kondisi di Timur Tengah bisa membaik, sehingga rupiah pun bisa kembali stabil.