Bisnis.com, JAKARTA- Konflik Iran-Israel pecah jadi pertempuran militer terbuka setelah Teheran meluncurkan pesawat nirawak atau drone dan rudal ke wilayan pendudukan Israel. Hal itu tidak hanya memicu banyak negara mengeluarkan peringatan perjalanan, tetapi juga membawa kabar buruk nasib investasi di wilayah kaya minyak tersebut.
Salah satu investasi minyak dan gas (Migas) itu adalah milik PT Pertamina (Persero). Konflik terbuka antara Iran dan Israel bakal memakan waktu panjang, sehingga berpotensi menambah deretan rintangan ekseskusi investasi Pertamina di wilayah Migas Iran selain persoalan embargo dari Amerika Serikat (AS).
Bisnis mencatat, pada 2016 lalu, Pertamina telah meneken nota kesepahaman atau MoU dengan Iran untuk mengelola blok prospektif. Bahkan, dalam lawatan dua hari Presiden Iran Seyyed Ebrahim Raisi ke Indonesia pada 23-24 Mei 2023 lalu, nota kesepahaman itupun kembali dibahas.
Selepas 2 tahun sejak penawaran lapangan, Pertamina telah menyiapkan anggaran US$1,5 miliar untuk pengelolaan Blok Mansouri selama kurun waktu 5 tahun. Hanya saja, rencana finalisasi akuisisi itu mesti ditunda seiring dengan sanksi ekonomi yang diberikan Amerika Serikat (AS) atas Iran pada pertengahan 2018.
“Bagi Pertamina tentu ini merupakan langkah yang sangat baik, khususnya apabila MoU sebelumnya bisa berlanjut karena nantinya bisa berdampak ke lifting kita,” kata Vice president Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso saat dikonfirmasi kala itu, Senin (29/5/2023).
Pertemuan bilateral antara Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan Raisi menghasilkan 11 dokumen kesepakatan kerja sama yang dijajaki kedua negara. Selain target peningkatan volume perdagangan menjadi US$20 miliar, kedua negara juga sepakat untuk mencari jalan keluar atas investasi di sektor migas.
Baca Juga
Pertamina masih menunggu pembahasan tingkat tinggi yang saat ini masih berlanjut ihwal rencana akuisisi kembali lapangan blok di Iran tersebut. Selain Blok Mansouri, Pemerintah Iran lewat National Iranian Oil Company (NIOC) juga ikut menawarkan Blok Ab-Teymour kepada Pertamina saat itu.
Berdasarkan catatan Bisnis, total cadangan Lapangan Ab-Teymour dan Mansouri diperkirakan mencapai 5 miliar barel. Kedua lapangan tersebut dalam tahap produksi, yakni 48.000 barel per hari (bph) untuk Lapangan Ab-Teymour dan 54.000 bph untuk Lapangan Mansouri. Namun, perseroan hanya akan fokus pada Mansouri lebih dulu.
Nilai investasi yang digelontorkan oleh Pertamina di Iran itu bakal digunakan untuk perbaikan sumur yang sudah ada dan mengebor beberapa sumur lainnya. Karakter Blok Mansouri ini pun sudah siap produksi sehingga Pertamina tidak perlu memulai dari awal seperti eksplorasi.
Nantinya, kontrak Pertamina di sana akan berbentuk contract service bukan production sharing contract (PSC). Jadi, perseroan akan mendapatkan bayaran sesuai dengan service yang dilakukan.
Dengan skema kontrak itu, Pertamina masih belum ada detail potensi minyak yang bisa dibawa ke Indonesia. Namun, Pertamina bisa menukar komisi service dengan minyak yang sudah diproduksi.
Apalagi, hasil produksi minyak di Iran itu juga sesuai dengan produk minyak mentah yang bisa diproduksi oleh kilang. Jadi, Pertamina berencana membawa minyak dari Iran itu ketika refinery development master plan (RDMP) perseroan rampung.