Bisnis com, JAKARTA – Surplus neraca perdagangan Indonesia diperkirakan berpotensi terus menyempit sepanjang tahun ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2024 mencapai US$870 juta, lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar US$2,02 miliar.
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Fathya Nirmala Hanoum mengatakan bahwa surplus yang berlanjut hingga Februari 2024 bukanlah kondisi yang sehat.
Hal ini tercermin dari penurunan pertumbuhan ekspor yang lebih besar dibandingkan dengan impor. Tercatat, ekspor Februari 2024 turun sebesar 5,79%, sementara impor turun 0,29% secara bulanan.
“Di sisi lain juga penurunan harga komoditas utama ekspor serta volumenya ke negara-negara mitra utama menjadi salah satu penyebab ekspor turun secara bulanan,” katanya kepada Bisnis.com, Minggu (17/3/2024).
Lebih lanjut, Fathya mengatakan bahwa surplus perdagangan pada Januari dan Februari 2024 yang hanya mencapai US$2,87 miliar secara kumulatif, lebih rendah dari periode yang sama pada 2023, berpotensi menurunkan neraca transaksi berjalan di kuartal pertama 2024.
CORE pun memperkirakan, surplus perdagangan masih akan berlanjut, tetapi cenderung menyempit pada 2024. Penurunan permintaan baik di dalam maupun di luar negeri berpotensi semakin menekan kinerja perdagangan.
Baca Juga
Oleh karena itu, menurutnya, menjaga konsumsi di dalam negeri perlu terus diupayakan agar perusahaan masih bisa berproduksi.
“Belum lagi ketidakpastian kondisi global yang menyebabkan proyeksi pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan tahun lalu. Ini akan mempengaruhi demand dari negara mitra akan berdampak bagi perkembangan ekspor nasional,” jelasnya.
Di sisi lain, transaksi berjalan juga dipengaruhi oleh pendapatan primer, bukan hanya karena aktivitas perdagangan, yang dipengaruhi oleh aktivitas arus investasi portofolio, investasi langsung dan lainnya.
Sementara itu, imbuh Fathya, baik neraca jasa maupun neraca pendapatan primer selama 15 tahun selalu mencatatkan defisit dan menekan kinerja transaksi berjalan.
Oleh karena itu,menurutnya, jika neraca perdagangan barang tidak mengalami surplus yang tinggi, maka akan sulit bagi transaksi berjalan Indonesia untuk mencatatkan surplus.
“Pemerintah perlu memikirkan solusi jangka panjang untuk mencegah arus keluar pembayaran dari sisi neraca pendapatan primer maupun meningkatkan ekspor perdagangan jasa,” kata dia.